Berbeda sekali sikap mayoritas orang kita dengan orang Rusia dalam memandang tragedy Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak.
Kita lebih mempertimbangkan empati terhadap korban. Semua lelucon tentang peristiwa itu dihujat habis-habisan. Sebaliknya orang Rusia lebih mengedepankan kredibilitas bangsanya ketimbang perasaan keluarga korban.
Tengoklah spekulasi para kolega pilot SSJ-100 yang nahas itu, Aleksandr Yablontsev. Hasil penyelidikan tentang penyebab kecelakaan belum ada, tetapi mereka sudah berani menyimpulkan penyebabnya karena human error. Pilot error. Tak kurang wakil presiden Rusia sendiri berpendapat serupa. Pertanyaannya, ada apa?
Mengapa mereka tidak berempati dengan keluraga para crew SSJ-100 , yang nota bene warga negara mereka? Bukankah mereka tahu bahwa Aleksandr Yablontsev dipilih sebagai kapten misi itu karena prestasi dan loyalitasnya yang tinggi? Mengapa mereka mengabaikan jasa sang pilot hebat itu? Lebih dari itu mengapa mereka mengabaikan perasaan keluarganya? Dimana empati mereka?
Di sinilah bedanya mereka dengan kita. Demi kepentingan yang lebih besar mereka tidak segan-segan mengabaikan perasaan orang perorang atau segelintir orang, meskipun itu anak bangsanya sendiri para crew SSJ-100 itu.
Soal pemecatan pramugari Aeroflot
Jangan pernah mengira bahwa tindakan manajemen Aeroflot memecat salah seorang pramugarinya yang menertawakan kualitas SSJ-100 sebagai ekspresi emosi dan empati terhadap korban tragedy SSJ-100 di Gunung Salak.
Tindakan pemecatan itu karena sang pramugari dinilai telah melecehkan symbol kehebatan teknologi dirgantara Rusia yang bernama Sukhoi. Konyolnya, sang pramugari yang apes itu tidak tahu bahwa Aeroflot tempatnya bekerja juga mengoperasikan beberapa pesawat Sukhoi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H