Mohon tunggu...
Andhika Alexander
Andhika Alexander Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Profesi Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ijazah itu Penting Gak Sih?

13 November 2014   16:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:54 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Akhir-akhir ini, pemain media sosial berbondong-bondong saling shared artikel-artikel tentang Ibu Menteri yang konon katanya “Hanya Lulusan SMP”. Banyak yang terkesima, tapi, tidak sedikit pula yang mencibir...

Saya pun membaca beberapa artikel tersebut. Dan memang, ancungan jempol tidak saja cukup diberikan kepada Ibu tersebut. Keren, Cool, TopCer apapunlah pujian itu layak diberikan kepada Bu Menteri yang juga memiliki perusahaan pesawat dan pusat pelelangan ikan itu (Bu, jual miniatur pesawatnya gak? Mau donkkk....saya kolektor diecast pesawat. hihihi).

Mengapa Bu Menteri menjadi se-fenomenal sekarang ini?

“Hanya lulusan SMP, tapi bisa membuat beberapa duta besar bungkam...” itu adalah salah satu artikel yang saya baca di media sosial.

Tapi, yang membuat saya tergelitik adalah berbagai komentar terhadap artikel-artikel tersebut.

Lah, gak usahlah sekolah tinggi-tinggi. Toh ada yang bisa jadi menteri meski hanya lulusan SMP!”

“Ngapain ada ijazah S1, S2, S3? Dia aja bisa bikin bungkam para duta besar!”

Dari beberapa komen tersebut terlihat, banyak diantara kita yang mulai melakukan pembenaran. “Ijazah Tidak Menentukan Kesuksesan” pun seakan menjadi pegangan hidup baru...

NO!

Semenjak berita tentang “Ijazah SMP” di blow-up oleh media secara besar-besaran, banyak masyarakat yang menganggap dan melakukan pembenaran bahwa ijazah itu tidak penting. Ya, memang, banyak orang sukses bahkan jajaran orang kaya di dunia tidak memiliki ijazah formal, bahkan beberapa dari mereka Drop-Out. Hanya saja, itu hanya segelintir orang sukses saja bukan?

Pilihan kita ada tiga sebenarnya, menjadi entrepreneur, bekerja di kantor/perusahaan/institusi tertentu, atau tidak bekerja.

Yang pertama, menjadi seorang entrepreneur. Menjadi seorang entrepreneur pun memang tidak selalu membutuhkan ijazah. Banyak orang yang bermimpi menjadi seperti ini namun sedikit yang merealisasikannya. Kenapa? Sulit! Ya! Menjadi seorang entrepreneur wajib memiliki konsistensi semangat, motivasi untuk berjuang, inovasi, keberanian mengambil resiko dan sebagainya. Akhirnya, ketika kesulitan tersebut muncul, dan berbagai hal menghadang, orang akan menentukan pilihannya berikutnya, ya, menjadi yang kedua...

Yang kedua, bekerja sebagai karyawan. Ada yang ingin menjadi entrepreneur namun tidak bisa mewujudkannya, dan akhirnya menjadi karyawan. Tapi, banyak juga yang tidak bercita-cita menjadi entrepreneur dan langsung menjadi karyawan. Perkembangan bisnis dan industri saat ini membuat persaingan SDM menjadi makin ketat pula. Para pelaku industri mencari sosok-sosok SDM potensial demi kemajuan perusahaannya. Salah satu kriteria yang ditentukan adalah minimal kelulusan. Tidak bisa dipungkiri, bahkan ada perusahaan yang membuat penawaran, semakin tinggi bidang pendidikan Anda, maka makin tinggi pula gaji, fasilitas, tunjangan, dan kesempatan Anda sukses dalam perusahaan tersebut. Sebaliknya, makin rendah pendidikan seseorang, maka semakin kecil pula kesempatannya untuk bekerja di sebuah perusahaan.

Untuk yang ketiga? Ahhh, sudahlah. Tidak usah dibahas. Ngapain hidup kalo tidak mau kerja? Sarkasmenya begitu...

Melihat fakta di lapangan, saat ini, para pelaku industri mulai menerapkan, minimal penerimaan karyawan adalah lulusan SMA, loh (kecuali untuk beberapa pekerjaan tertentu yang cenderung memerlukan skill saja, misalnya pada buruh untuk perusahaan pabrik karoseri yang menegerjakan pengelasan, atau pemotongan besi). Saat saya melakuan rekrutmen karyawan pun, saya akan lebih memilih orang dengan ijazah SMP dibandingkan ijazah SMP untuk diterima kerja.

Nah, masalahnya, ijazah saja tidak cukup, loh! Meski ijazah S3 sekalipun, tapi tidak memiliki suatu kompetensi yang topcer atau keahlian tertentu, pasti akan dikick oleh perusahaan. Jangankan S3, banyak sekali lulusan S1 sekarang ini yang bekerja tidak sesuai dengan harapannya. Bahkan, banyak di antara mereka yang kini belum bekerja namun sudah lulus dari beberapa tahun silam . Mengapa? Ya kembali lagi, daya saing untuk mendapatkan lapangan kerja kian sulit, di sisi lain, kita tidak mau belajar, mengembangkan diri dan sebagainya.

Pertanyaannya, gimana caranya? Ada begitu banyak cara, namun disini saya sharing cara paling dasar dan paling penting juga...

Raih Pendidikan Setinggi Mungkin

Raih pendidikan setinggi mungkin. Setidaknya, hingga lulusan S1. Rekan-rekan kos saya di Jakarta rata-rata ‘hanya’ memiliki ijazah SMA. Tapi, saya sangat salut sama mereka. Mereka sangat berhasrat untuk kuliah, meskipun harus capek kerja di pagi hari dan kuliah di malam hari. Tidak jarang fisik mereka drop. Saya pun bertanya mengapa mereka demikian. Jawaban mereka simple, agar mendapatkan hidup lebih layak (layak dalam hal apa? Keuangan dan kesempatan berkembang di bidang karir).

Jika teman-teman memiliki kesempatan untuk sekolah, ambil itu. Jangan disia-siakan. Tidak mungkin ada orang tua yang melarang anaknya untuk sekolah apalagi ada suatu kesempatan. Kan gak mungkin tiba-tiba orang tua bilang, “Nduk, ojok sekolah disik. Bantu ayahmu gih...” Jikalau ada pun seperti itu, saya sarankan agar mengambil sikap, “Pak/Bu, saya mendapatkan kesempatan ini untuk masa depan saya dan kita. Bagaimana jika saya tetap sekolah?”. Apalagi jika kalian mendapatkan kesempatan beasiswa atau pertukaran pelajar! Take it! Langsung ambil, daftarkan diri kalian sesegera mungkin.

Saat sekolah atau kuliah, jika teman-teman mendapatkan kesempatan untuk ikut lomba atau apapun kegiatan tersebut, termasuk bekerja part-time ambillah itu. Jangan sia-siakan masa studi teman-teman dengan hanya menjadi KU-PU-KU-PU. Tapi, tetap ingat tugas utama teman-teman, yaitu kelulusan (kalo bisa lulus di atas standart).

Lalu, bagaimana dengan mereka yang kesulitan dari segi ekonomi? Berani inisiatif untuk mengajukan diri, misalnya “Pak/Bu, saya ingin sekolah / kuliah. Saya tidak punya biaya. Maukah biayain. Tapi, setelah itu, saya janji akan ikat kontrak kerja dengan perusahaan / sekolah / universitas Bapak/Ibu...”

Dan pasti muncul pertanyaan, “Kandy, kamu kalo ngomong gampang. Prakteknya gimana?” Guys, apa yang saya tulis disini sudah saya praktekkan sebelumnya. Saya tidak memiliki dana untuk kuliah S2, akhirnya menawarkan diri ke kantor saya untuk disekolahkan. Karena memang passion di ngajar, dan training, saya memohon ke almamater S1 saya untuk disekolahkan S2. Konsekuensinya, saya akan mengikat kontrak kerja di kampus saya tersebut. Puji Tuhan, sekarang sedang mengerjakan Thesis. Malu? Takut? Gugup? Ya, pasti. Gimana sih rasanya maju ke bos lalu mengajukan permohonan seperti itu...pastilah perasaan-perasaan tersebut muncul. Tapi, ketika kita percaya bahwa kita mampu menunjukkan kinerja yang terbaik, lakukanlah. Frontallah!

Jadi, tidak ada yang tidak mungkin! Saya rasa, meskipun Ibu Menteri ‘Hanya lulusan SMP’, daya juangnya begitu hebat dan tidak semua orang bisa seperti beliau. Apa yang kita lihat sekarang adalah hasil dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun, Pasti! Tidak mungkin serta merta ia bisa menjadi seperti ini. Pasti air mata dan keringat ia tumpahkan seiring kesuksesan yang ia raih. Pasti keletihan, dan sakit fisik seringkali Ibu Menteri alami selaras dengan keberhasilan yang ia capai. Kini, ia mendobrak Kelautan Indonesia, bukan? Keren!

Jadi, apakah ijazah itu penting? Apakah pendidikan itu penting? Saya tidak akan menjawab ‘iya’ atau ‘tidak’, tapi sebagai penutup, saya akan sharingkan salah satu pesan kakek saya ke Ibu saya, lalu Ibu saya meneruskan kepada saya...

“Petani, tidak akan mampu menggarap sawahnya jika ia tidak memiliki pacul. Nah! Pacul itu sama halnya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kita harus memiliki pacul pendidikan dan ilmu pengetahuan. Karena, semelarat apapun kita, ketika kita punya pacul pendidikan ilmu pengetahuan, kita bisa menggarap sawah kehidupan kita...”

Ingat, warisan yang paling berharga alam semesta ini bukan emas ataupun perak, akan tetapi...pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Warmest regards,

Andhika Alexander Repi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun