Mohon tunggu...
Gerry Nadeak
Gerry Nadeak Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nafsu Rizal Ramli

22 Maret 2018   15:59 Diperbarui: 22 Maret 2018   16:16 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah tak asing lagi, jika Rizal Ramli sering berkoar-koar mengkritik pemerintah. Siapapun diserangnya. Mulai dari Menteri keuangan Sri mulyani, hingga Menteri BUMN Rini Soemarno

Sejatinya, sikap tersebut biasa-biasa saja. Kritik itu lumrah. Apalagi jika menyangkut pembenahan sistem demi kepentingan orang banyak.

Namun, Rizal Ramli melakukannya dengan serampangan, persis pendekar mabuk, menempatkan siapapun yang tidak sepaham dengannya sebagai target serangan. Nyaris bisa dibilang, semua orang salah, hanya dia yang benar. Sangat membabi-buta. Belakangan, udang di balik batu pun terbongkar: Rizal mau nyapres!

Ujung-ujungnya selalu soal kekuasaan. Rizal tak beda dengan politisi lain yang menggaduhkan negeri ini. Awalnya dia tampil bak pahlawan, sesumbar memperjuangkan ini dan itu, tapi sesungguhnya menyimpan nafsu merebut tahta presiden. Lagi-lagi soal pamrih. Dan rakyat kembali hendak dibohongi oleh orang yang sok jagoan sekaligus birahi dengan kekuasaan. Apesnya bangsaku!

Rizal kerap mencitrakan pribadinya sebagai teknokrat yang sarat pengalaman sekaligus pemikir yang hebat dalam membuat terobosan. Namun mana hasilnya? Mana bukti prestasinya? Toh, saat dia menduduki jabatan di eksekutif pun tak terasa manfaatnya. Barangkali, kalau dia ditanya perihal ini, jawabannya akan senada dengan politisi yang lain: "Kalau saya jadi presiden hasil-hasil itu baru akan terasa!" Klise dan omong kosong.

Jejak digital Rizal masih membekas, betapa dia bukan seorang penyalur aspirasi yang tulus. Ingaat, sebelum jadi menteri era Jokowi, Rizal rajin mengkritik pemerintah. Lalu semua berakhir saat dia duduk di kabinet. Sirkus!

Hal yang tidak terpikirkan Rizal Ramli adalah kejenuhan rakyat terhadap orang-orang yang mengaku pejuang tapi malah mengincar jabatan. Tidak tahan miskin dan tak kuat terpinggirkan. Tidak betah berada di luar area pesta politik. Dan Rizal Ramli yang serupa kakek tua cerewet nan narsis itu, sangat percaya diri bahwa tindakan-tindakannya diperhatikan rakyat. Padahal, sebaliknya. Apa yang dilakukannya dianggap angin lalu. Sebab rakyat sudah banyak belajar dari sejarah dan enggan tertipu lagi dengan para pahlawan kesiangan.

Kini, Rizal mencalonkan-calonkan diri menjadi presiden untuk pemilu 2019 nanti. Ya, mencalon-calonkan diri, melantik dirinya sendiri, menobatkan diri! Sebutan apa yang layak bagi orang yang hanya berbekal jargon-jargon kosong dan merasa mampu menyelesaikan kerumitan Indonesia? Pemimpi atau pemimpin? Bahkan partai politik pun tidak melirik dia! Begitu pula organisasi-organisasi besar. Semua melengos.

Siapkah kita dipimpin oleh orang yang sering sinis, suka menyerang siapapun yang tak sepaham, tak malu menawar-nawarkan diri menjadi pemimpin, sementara dia belum pernah terbukti sukses mengukir prestasi untuk kepentingan orang banyak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun