Mohon tunggu...
Kp Karyonagoro
Kp Karyonagoro Mohon Tunggu... -

Penasehat Spiritual, praktisi Manunggaling Kawula Gusti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Murid-Murid Syekh Siti Jenar

27 Desember 2010   10:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:20 12772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Walaupun dituturkan sampai capai, ditunjukkan jalannya, sesungguhnya dia tidak memahaminya karena ia hanya sibuk menghitung dosa besar dan kecil yg diketahuinya. Tentang hal kufur kafir yang ditolaknya itu, bukti bahwa ia adalah orang yang masih mentah pengetahuannya. Walaupun tidak pernah lupa sembahyang, puasanya dapat dibangga-banggakan tanpa sela, tapi ia terjebak menaati yang sudah ditentukan Tuhan.

Sembah puji dan puasa yang ditekuni, membuat orang justru lupa akan sangkan paran (asal dan tujuan). Karena itu, ia lebih konsentrasi melihat dosa besar-kecil yang dikhawatirkan, dan ajaran kufur kafir yang dijauhi justru membuat bingung sikapnya. Tidak ada dulu dinulu. Tidak merasa, tidak menyentuh. Tidak saling mendekati, sehingga buta orang itu. Takdir dianggap tidak akan terjadi, salah-salah menganggap ada dualisme antara Maha Pencipta dan Maha Memelihara. Jika aku punya pemikiran yang demikian, lebih baik aku mati saja ketika masih bayi. Tidak terhitung tidak berfikir, banyak orang yang merasa menggeluti tata lafal, mengkaji sembahyang dan berletih-letih berpuasa. Semua itu dianggap akan mampu mengantarkan. Padahal salah-salah menjadikan celaka dan bahkan banyak yang menjadi berhala.”

“Pemikiran saya sejak kecil, Islam tidak dengan sembahyang, Islam tidak dengan pakaian, Islam tidak dengan waktu, Islam tidak dengan baju dan Islam tidak dengan bertapa. Dalam pemikiran saya, yang dimaksud Islam tidak karena menolak atau menerima yang halal atau haram. Adapun yang dimaksud orang Islam itu, mulia wisesa jati, kemuliaan selamat sempurna sampai tempat tinggalnya besok. Seperti bulu selembar atau tepung segelintir, hangus tak tersisa. Kehidupan di dunia seperti itu keberadaannya.”

“Manusia, sebelum tahu makna Alif, akan menjadi berantakan….Alif menjadi panutan sebab uintuk semua huruf, alif adalah yang pertama. Alif itu badan idlafi sebagai anugerah. Dua-duanya bukan Allah. Alif merupakan takdir, sedangkan yang tidak bersatu namanya alif-lapat. Sebelum itu jagat ciptaan-Nya sudah ada. Lalu alif menjadi gantinya, yang memiliki wujud tunggal. Ya, tunggal rasa, tunggal wujud. Ketunggalan ini harus dijaga betul sebab tidak ada yang mengaku tingkahnya. ALif wujud adalah Yang Agung. Ia menjadi wujud mutlak yang merupakan kesejatian rasa. Jenisnya ada lima, yaitu alif mata, wajah, niat jati, iman, syari’at.”

“Allah itu penjabarannya adalah dzat Yang Maha Mulia dan Maha Suci. Allah itu sebenarnya tidak ada lain, karena kamu itu Allah. Dan Allah semua yang ada ini, lahir batin kamu ini semua tulisan merupakan ganti dari alif, Allah itulah adanya.”

“Alif penjabarannya adalah permulaan pada penglihatan, melihat yang benar-benar melihat. Adapun melihat Dzat itu, merupakan cermin ketunggalan sejati menurun kepada kesejatianmu. Cahaya yang keluar, kepada otak keberadaan kita di dunia ini merupakan cahaya yang terang benderang, itu memiliki seratus dua puluh tujuh kejadian. Menjadi penglihatan dan pendengaran, napas yang tunggal, napas kehidupan yang dinamakan Panji. Panji bayangan dzat yang mewujud pada kebanyakkan imam. Semua menyebut dzikir sejati, laa ilaaha illallah.” .

Kematian di Mata Sunan Geseng

“Banyak orang yang salah menemui ajalnya. Mereka tersesat tidak menentu arahnya, pancaindera masih tetap siap, segala kesenangan sudah ditahan, napas sudah tergulung dan angan-angan sudah diikhlaskan, tetapi ketika lepas tirta nirmayanya belum mau. Maka ia menemukan yang serba indah.”

“Dan ia dianggap manusia yang luar biasa. Padahal sesungguhnya ia adalah orang yang tenggelam dalam angan-angan yang menyesatkan dan tidak nyata. Budi dan daya hidupnya tidak mau mati, ia masih senang di dunia ini dengan segala sesuatu yang hidup, masih senang ia akan rasa dan pikirannya. Baginya hidup di dunia ini nikmat, itulah pendapat manusia yang masih terpikat akan keduniawian, pendapat gelandangan yang pergi ke mana-mana tidak menentu dan tidak tahu bahwa besok ia akan hidup yang tiada kenal mati. Sesungguhnyalah dunia ini neraka.”

“Maka pendapat Kyai Siti Jenar betul, saya setuju dan tuan benar-benar seorang mukmin yang berpendapat tepat dan seyogyanya tuan jadi cermin, suri tauladan bagi orang-orang lain. Tarkumasiwalahu (Arab asli : tarku ma siwa Allahu), di dunia ini hamba campur dengan kholiqbta, hambanya di surga, khaliknya di neraka agung.”

Syari’at Palsu Para Wali Menurut Ki Cantula

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun