Mohon tunggu...
Iskandar R Asyahi
Iskandar R Asyahi Mohon Tunggu... -

Ayahku Ramli Abusyahi dari Lhoksukon, Ibuku Maryani Ali dari Meureudu, Istriku Ubiet Junita Sari dari Montasiek. Semuanya nama tempat di Aceh. Anakku Nada Aliefya Safira, Fatih Muhammad Aufa dan Fahri Muhammad Azzam. Semata karena-NYA aku sempat berada di stpdn, unibraw, unsyiah dan ui. KarenaNYA aku berbuat dan kepadaNYA aku menuju

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Inikah Sebab Adanya Varian Kultur dan Gestur Aparatur Sipil Negara?

29 Januari 2015   06:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:10 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaringan media sosial kerap mengangkat ragam hal terkait aparat pemerintahan, semisal Lurah termuda, Anggota Brimob yang piawai bernyanyi India, polisi ganteng atau Kowad ramah. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat juga diberi pengalaman mengesankan dan memprihatinkan saat berhadapan pegawai kantor kelurahan, kecamatan, berurusan dengan aparat keamanan, penegak hukum, kejaksaan, hakim, tentara, petugas pajak, petugas haji, petugas kantor urusan agama dan lainnya.

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan terlihat ragam variasi kultur dan gestur aparatur sipil negara. Diantara mereka terdapat mereka yang berpenampilan menarik, rapi berpakaian, bersahaja dalam berkomunikasi dan ramah dalam melayani. Sebagian yang lain sebaliknya. Jika ditilik lebih mendalam. Sebenarnya mudah saja menemukan akar perbedaan tersebut. Meskipun tidak bisa dipakai sebagai patokan, karena pengecualian berlaku atas dasar karakter personal dari masing-masing individu aparatur, meskipun demikian ulasan ini mengambil sebuah kecenderungan umum.

Akar perbedaan adalah melalui pintu gerbang mana aparatur memasuki profesinya. Terdapat dua pintu utama seorang memasuki profesi aparatur sipil negara. Gerbang pertama adalah aparatur sipil negara yang direkrut melalui sebuah lembaga pendidikan kedinasan. Mereka berasal sejumlah pemuda pemudi lulusan SLTA yang terpilih dari serangkaian seleksi ketat dan berlapis. Dalam beberapa tahun dibentuk melalui pembekalan pendidikan spesifik bersifat asrama. Dengan demikian mereka direkrut untuk dididik bertahun-tahun. Inilah awal mula mereka memasuki gerbang profesi pegawai pemerintah. Sebut saja, Pendidikan kedinasan sipil semacam STPDN di bawah Kemendagri, STAN di bawah Kementerian Keuangan, STKS dibawah Kementerian Sosial, Sekolah-sekolah kedinasan dibawah Kementerian Perhubungan, Akademi Kehakiman dibawah Kementerian Hukum dan HAM.

Disamping itu, terdapat gerbang lain yaitu aparatur sipil negara yang menjalani profesi setelah dinyatakan lulus ujian seleksi. Ujian tersebut dapat satu tahap atau lebih dari satu. Setelah lulus mereka diwajibkan mengikuti sebuah Diklat yang disebut Diklat Pra Jabatan selama beberapa minggu. Dalam pendidikan pra jabatan ini tidak diberikan pendidikan spesifik komponen profesi aparatur sipil negara semisal tenaga kesehatan, tenaga guru, tenaga administrasi kesekretariatan, ataupun tenaga teknik engineering. Dengan ragam berbeda-beda bidang pekerjaan mereka dididik dan dilatih. Lama pendidikan yang pendek dan tidak focus pembekalanan kultur dan gesture maka tidak mengherankan jika diklat tidak mampu membentuk kultur dan gesture seorang aparatur sipil negara. Mereka yang memasuki profesi melalui gerbang ini, uniknya didahului bekerja untuk beberapa masa sekitar satu hingga satu setengah tahun sebelum diikutsertakan dalam diklat pra jabatan tersebut.

Bandingkan dengan karyawan perbankan yang dididik dahulu setelah lulus seleksi dan dimagangkan dulu di berbagai komponen pekerjaan perbankan. Bagaimana bisa seorang aparatur dapat langsung bekerja sesuai spesifikasi pekerjaan yang diharapkan saat ia direkrut? Sejauh mana senior aparatur membimbing mereka secara sistematis dan terencana. Semoga dapat saya ulas di tulisan berikutnya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun