Pada Selasa (2/3) kemarin, beberapa media Inggris memuat artikel tentang rapat rahasia antara lima pejabat klub besar Liga Primer dengan perwakilan seorang pengusaha kaya Amerika Serikat. The Telegraph tanpa ragu-ragu menuduh Stephen M. Ross, taipan kelahiran Detroit, sebagai sang penghasut.
Di tengah-tengah merebaknya keraguan akan masa depan kompetisi antarklub Eropa, segera saja media Inggris dan UEFA mengartikan maksud pertemuan di London itu sebagai rencana makar terhadap UEFA Champions League (UCL). Badan yang mengurusi sepak bola di benua biru itu diklaim siap untuk menghentikan segala usaha yang bertujuan untuk mengubah secara radikal bentuk dan format kejuaraan elit tersebut.
Stephen Ross si tertuduh yang berbisnis real estat itu dikenal publik olahraga sebagai penggagas turnamen pramusim International Champions Cup (ICC) di Amerika dan Asia. Dia berkilah bahwa acara silaturahmi dengan petinggi Man. United, Man. City, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool tersebut hanya berdiskusi tentang ekspansi ICC dan membahas ide-ide perubahan biasa pada UCL.
Duit yang Berbicara
Pers Inggris sepertinya kurang percaya dengan alasan itu. Dalam tulisannya, mereka bersikeras bahwa beberapa klub kaya dan populer di Eropa tetap memelihara niat berselingkuh dari UCL dengan mendirikan European Super League. Faktor pemasukan dari hak siar televisi menjadi penyebabnya.
Terkait kekecewaan karena kecilnya bagian pendapatan dari hak siar, Presiden Juventus Andrea Agnelli pernah membandingkan nilai hak siar televisi untuk penayangan UCL yang hanya mencapai 1,5 milyar euro sedangkan nilai siaran Super Bowl besarannya hampir menyentuh 7 milyar euro. Padahal, riset pasar menunjukkan terdapat kira-kira 1,6 milyar penggemar sepak bola dan hanya 150 juta penggemar NFL. Ini bisa ditafsirkan bahwa UCL sudah tidak bisa ditingkatkan lagi nilai jualnya. Kemampuan dan masa operasi mesin pencetak uang dalam UCL dianggap sudah mencapai batas kadaluarsa.
Bibit-bibit “perselingkuhan” dari kompetisi antarklub yang eksis selama ini mulai muncul dua dekade yang lalu. Pihak yang rajin mengipas-ngipasi adalah klub-klub dari negara yang liga domestiknya tidak menghasilkan perputaran uang dalam jumlah besar sebagaimana yang terjadi di Inggris. Big boys seantero Eropa yang kebutuhan finansialnya relatif sangat tinggi sudah barang tentu akan memperhatikan setiap wacana yang mempunyai tujuan akhir berupa penggemukan kas klub.
UEFA dan FIFA diyakini telah menerawang dan memposisikan ICC sebagai embrio dari sebuah kompetisi sepak bola antarklub yang berpotensi menggusur produk-produk mereka. Di sini sudah pasti uang yang berbicara. Dengan beberapa kasus yang terjadi di tubuh FIFA, maka menjadi wajar jika ada saja pihak yang mencoba untuk membangun sesuatu yang baru dengan entitas yang baru pula.
Tuan Ross dengan Relevent Sports-nya datang menawarkan gula-gula. Sebagai seorang Ibrani, lobinya sangat manjur untuk membuat seseorang mau berpindah ke lain hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H