Pagi itu Tegal hujan. Cuaca dingin memutuskanku untuk membenamkan diri di baliksweater. Aku bosan di kamar terus menerus. Lalu mencari tempat yang sepertinya nyaman. Aku duduk di depan jendela ruang tamu. Jendelanya berembun, lalu refleks jari telunjukku perlahan menuliskan nama seseorang di jendela berembun itu. Tiba-tiba di dalam kepalaku aku merindukan nama seseorang yang aku tulis. Dia mencoba mengingat kembali caranya untuk bahagia.
“Aku dulu nggak sengaja merasakan kebahagiaan ketika musim dingin itu dengan cara minum kopi, terus dengerin musik jazz sambil nyanyi-nyanyi. Waktu itu aku mencoba mengingat nuansa dari lagu jazz yang aku dengerin, terus nuansanya dapet banget. Dari situ aku bisa merasakan kebahagiaan. Pokoknya kamu harus nyoba deh kalau lagi musim dingin.”ujarnya saat itu...
Saat itu aku sedang minum kopi, lalu mendengarkan musik jazz sambil bernyanyi dan mencoba menghayati nuansa dari musik jazz tersebut. Semua begitu bahagia. Bahagia itu sederhana. Kemudian smartphone-ku menyala, “Tolong untuk selalu tersenyum”, ternyata mendapati pesan singkat dari seseorang tersebut. Tiba-tiba aku tertawa kecil. Menghirup napas panjang-panjang, lalu melepaskannya lagi secara perlahan sambil berkata,“Ternyata bahagia itu sering mampir pada diriku, padahal aku tak akrab”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H