Bahwa dua pertiga isi Alquran berisi kisah kisah umat terdahulu untuk menjadi iktibar bagi umat kemudian. Ada kisah yang sangat populis bukan hanya umat Islam saja, tetapi para pemeluk agama lainpun mengetahui tentang kisah seorang yang kaya raya kemudian berlaku sombong. Sampai hartanya sendiri lenyap ditelan bumi, ini yang kemudian dikenal di Indonesia sebagai harta qarun.
Dia bernama Qarun sebagaimana dikisahkan dalam surah Qasas ayat 76. Awalnya ia adalah pengikut nabiyullah Musa, tidak ada harta apalagi kekuatan. Namun kemudian Allah membukakan pintu rezeki kepadanya berupa harta yang melimpah. Surah Qasas mengingatkan kita betapa kemudian Qarun memisah diri dari pengikut Musa, dimana redaksi ayatnya kemudian memposisikan ia sejajar bersama Firaun dan Hamma.
Qarun pasca menjadi kaya  berubah total 180 derajat, kawan kawan dekatnya ia jauhi, bahkan ia sudah melupakan nabiyullah Musa alaihissalam. Qarun telah melaksanakan apa yang disebut sebagai filsafat panjat pinang. Dalam literatur sejarah, Belanda menjadikan  panjat pinang menjadi hiburan, para pribumi memanjat pinang satu persatu, yang paling atas menginjak yang dibawah agar bisa terus melaju ketas, sejatinya ini yang telah dipraktekkan Qarun. Ia menginjak yang berada dibawahnya, harga harga dia naikkan sesuka hatinya, ia menjajah masyarakat kecil, Qarun sangat menikmati kehdupan mewahnya. Kisah kunci gudangnya yang tak sanggup dipikul sendiri sangatlah masyhur.
Alquran ingin supaya kita semua belajar dari kisah Qarun, seorang yang Allah anugrahi nikmat kemudian lupa akan semua. Kecongkakannya telah  membinasakan dirinya, Ia kemudian menjadi semena mena kepada yang lemah, padahal sifat ini bisa membahayakan dan menjatuhkan seseorang ke jurang kehancuran, bahkan kemudian ia menjual dirinya kepada penguasa yang bernama Firaun, agar membantu kekuasaan Firaun dengan hartanya. Begitu lezat ia berbuat zalim dan sombong sampai kemudian tibalah masanya Allah menghancurkan dia dan seluruh hartnya dalam sekejap.
Kisah Qarun menjadi iktibar kepada umat muslim saat ini, adakah diri kita berubah sesudah Allah memberi nikmat yang luas, berupa kekayaan, keuasaan, istri dan anak. Apakah kita masih tetap sebagai seorang yang dulunya rajin beribadah, mencium tangan orang tua, bertemu dan menyapa sahabat-sahabat seperjuangan, ataukah kita saat ini tak lagi mempraktikkan laku itu. Maka jangan jangan sifat Qarun sudah bersemayam dalam hati kita.
Melalui kisah Qarun, kita diingatkan supaya tidak meneladani Qarun, betapa banyak sekarang fenomena perceraian, dimana seorang suami berubah sikabnya manakala harta dan kuasanya bertambah. Ia lupa diri dengan berselingkuh, ia lupa jika keberhasilannya juga atas dorongan dan dukungan  sang isteri. Terjadilah konflik rumah tangga yang berakhir dengan kehancuran dan air mata. Banyak sudah kisah hidup yang menuai kehancuran sepeti Qarun, sosok yang awalnya penuh kelembutan menjadi beringas karena ia berprasangka sudah memiliki segalanya, lihatlah kehancuran bani Umayah dan Abbasiyah masa lalu, di akhir pemeritahannya, para sultan berlaku zalim, bermaksiat dan tak lagi mencontoh pendahulunya. Sehingga hilanglah keberkahan dan dekatlah dengan kebinasaan.
Maka jangan menjadi seperti Qarun, orang beriman tak pernah merasa goyah dan berubah baik dia berstatus sebagai seorang miskin maupun kaya. Punya jabatan atau tidak, seorang mukmin tetaplah menjadi mukmin yang mempunyai sifat rendah hati kepada sesama, penyayang, murah hari, pemaaf, saling menolong serta menjadi teladan bagi siapapun. AKhlak --akhlak  Ini yang sesungguhnya yang dicontohkan Rasulullah kepada kita sebagai umatnya.
Fase kehidupan Rasulullah yang mulia pernah menjadi seorang pengsaha besar, sampai kemudian hijrah ke Madinah. Rasulullah tak pernah berubah, ia tetap menjadi sosok yang terpercaya, santun dan rendah hati bagi sahabatnya. Sehingga membuat pembenci beliaupun mengubah kebencianya menjadi cinta. Begini sebenarnya konsep kehidupan  itu dipraktikkan. Begitupun ketika duna Islam dimasuki dengan tekhnologi  dan budaya yang luar biasa. Seorang mukmin  tidak akan berubah, membenamkan diri dalam perubahan negatif, sebaliknya seorang mukmin akan memanfaatkan perubahan peruban dunia untuk kemajuan agamanya. Generasi muda harus terus dijaga agar tak terlena dengan perubahan zaman yang sedemikian pesat, tanpa melakukan peruahan perubahan kebaikan, sebaliknya larut main game misalnya di warung-warung kopi. Kehidupan digital yang kita alami saat ini seyogyanya mampu membangkitkan semangat kita dalam menciptakan nuansa keilmuan dan semangat ibadah. Bahwa kiblat kita adalah kakbah,  bukan berkiblat kepada budaya barat yang terus saja memuja kebendaan.
Akhirnya kita diingatkan kembali kepada khalifah Bani Umayah, Umar bin Abdul Aziz, menjelang wafat ia bacakan satu ayat yang menyadarkan diri kita akan hakikat kehidupan kita di dunia ini; negeri akhirat itu kami jadikan untuk rang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di bumi, Dan kesudahan yang baik  itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.  (QS Al-Qasas; 83).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H