oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) diduga mengaku sebagai advokat demi menerima fee sebesar Rp 3,4 miliar dari masyarakat terkait pencairan uang ganti rugi tahap dua. Proses pembebasan lahan masyarakat di kawasan X Register, Desa Trisinar, Kecamatan Margatiga, dan Desa Mekar Mulyo, Kecamatan Sekampung, yang dilakukan dalam rangka pembangunan waduk untuk mendukung swasembada pangan, kini diwarnai oleh dugaan praktik penyalahgunaan wewenang. Seorang
Modus dan Dugaan Penyalahgunaan
Menurut Sultan Junaidi, penerima kuasa substitusi dari LBH Garda Advokasi Masyarakat, oknum PNS tersebut bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk memuluskan aksinya. "Oknum ini menggandeng oknum wartawan yang mengaku sebagai tokoh masyarakat guna memuluskan rencananya, padahal mereka tidak paham proses awal yang menyebabkan masyarakat mendapatkan ganti rugi," ungkap Sultan kepada media.
Awalnya, oknum PNS yang diketahui memiliki jabatan lektor dengan NIDN 0001096106 dan golongan penata III.c di salah satu kampus di Bandar Lampung ini mengaku sebagai advokat. Dia bahkan sempat mengajak LBH Garda Advokasi Masyarakat untuk bermitra dalam menangani kasus tersebut, meskipun persoalan sebenarnya hampir selesai.
Namun, setelah menerima fee dari masyarakat sebesar Rp 3,4 miliar, oknum tersebut mentransfer Rp 200 juta ke rekening LBH sebagai bagian dari kesepakatan. Belakangan, ia mengingkari kesepakatan tersebut dan mulai menggandeng oknum wartawan serta preman untuk mengintimidasi anggota LBH.
Intimidasi dan Manipulasi Informasi
Sultan juga menyoroti tindakan oknum wartawan yang terlibat, dengan menyatakan bahwa klaim mereka sebagai "tokoh masyarakat" tidak berdasar. "Jika kita bertanya, tokoh masyarakat dari mana? Selama ini ke mana? Sekarang malah mengaku sebagai tokoh masyarakat," tegasnya.
Harapan atas Penegakan Hukum
Kasus ini menambah daftar panjang praktik penyalahgunaan wewenang dalam pembebasan lahan di Indonesia. Sultan berharap agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan terhadap oknum PNS dan pihak-pihak yang terlibat untuk memastikan keadilan bagi masyarakat yang lahannya dibebaskan.
Dugaan ini menjadi peringatan akan pentingnya pengawasan ketat dalam proses pembebasan lahan, sehingga dana ganti rugi benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat
 yang terdampak.