Mohon tunggu...
Ungky
Ungky Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang wartawan adalah seseorang yang bertugas untuk mengumpulkan, menyunting, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui berbagai media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan platform online.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dr. Djonggi Simorangkir: Pilkada dan Pemilihan DPRD Sama Buruknya, Transaksi Suara Jadi Ancaman Demokrasi

15 Desember 2024   08:16 Diperbarui: 15 Desember 2024   09:31 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Advokat Senior Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH.MH. Opp. Haifa Felicia Kana Simorangkir. dokumen pribadi.

Jakarta - Senior Advokat Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH, mengkritik tajam sistem pemilihan kepala daerah, baik melalui Pilkada langsung maupun pemilihan oleh DPRD. Menurutnya, kedua sistem tersebut membuka ruang bagi praktik jual beli suara dan korupsi sistemik."Pilkada dan pemilihan melalui DPRD itu sama saja buruknya. Ini seperti membeli kucing dalam karung," ujar Dr. Djonggi saat diwawancarai.

Ia menilai, kemampuan anggota DPRD dalam menilai siapa yang layak menjadi kepala daerah masih sangat diragukan, apalagi jika keputusan tersebut bisa dipengaruhi oleh uang.

"Bayangkan, berapa jumlah anggota DPRD? Tinggal bayar sekian miliar per orang, mental anggota Dewan pasti goyang. Dari satu suara saja, anggota DPRD bisa langsung kaya mendadak. Akibatnya, kerjasama korupsi semakin mesra selama lima tahun ke depan," tegasnya.

Dr. Djonggi juga mengusulkan solusi konkret untuk menekan praktik ini dengan mengutamakan penempatan kepala daerah melalui jalur karir, khususnya dari alumni IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri).

"Jika pemerintah memahami potensi IPDN, sejak lulus, alumni mereka bisa langsung menduduki jabatan karir di Kementerian Dalam Negeri, mulai dari lurah, camat, bupati, wali kota, hingga gubernur. Puncaknya, mereka bisa menjadi Menteri Dalam Negeri," jelasnya.

Ia membandingkan jenjang karir pemerintahan dengan struktur di militer dan kepolisian yang sudah terencana dan terukur.

"Di militer atau kepolisian, ada jenjang karir yang jelas, berbasis logika ilmiah dan ilmu pemerintahan. Tapi untuk kepala daerah, semuanya terkesan asal-asalan tanpa landasan yang kuat," katanya.

Dr. Djonggi menyayangkan praktik politik uang yang kian marak baik di Pilkada langsung maupun melalui DPRD.

"Selama sistem ini tidak berubah, kita hanya akan menyaksikan kepala daerah yang sibuk mengembalikan modal daripada membangun daerah. Solusinya, gunakan jabatan karir berbasis kompetensi, bukan transaksi," pungkasnya.

Menurut Dr. Djonggi, perubahan mendasar dalam mekanisme pemilihan kepala daerah adalah kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun