Mintarsih A Latief, seorang psikiater ternama, mengungkapkan keprihatinannya terhadap putusan pengadilan tingkat kasasi yang menimpanya. Ia digugat oleh perusahaan taksi terkenal dan harus membayar ganti rugi senilai 140 miliar rupiah. "Keputusan ini sangat tidak adil dan janggal," ungkap Mintarsih.
Pada tahun 2016, pengadilan memutuskan Mintarsih harus mengembalikan gaji sebesar 40 miliar rupiah dan membayar denda imaterial sebesar 100 miliar rupiah atas tuduhan pencemaran nama baik. "Denda imaterial sebesar 100 miliar rupiah sangat tidak masuk akal. Apakah ada bukti yang mendukung tuduhan ini?" tanyanya.
Mintarsih menjelaskan bahwa gugatan tersebut diajukan oleh adik kandungnya, Purnomo Prawiro, yang juga direktur di perusahaan taksi tersebut. Gugatan ini bermula dari keterangan seorang saksi yang menyebut Mintarsih kurang berprestasi selama bekerja di perusahaan tersebut. "Anehnya, saya sudah bekerja selama 27 tahun, kenapa baru di tahun terakhir disebut tidak berprestasi?" tanyanya dengan kecewa.
Mintarsih juga mengkritik keputusan kasasi yang hanya berdasarkan satu saksi dari penggugat. "Dari empat saksi yang diajukan penggugat, hanya satu yang mengatakan saya tidak berprestasi. Sementara tiga saksi lainnya tidak mengatakannya," jelasnya. Lima saksi yang diajukan Mintarsih justru mengakui kinerjanya yang berprestasi.
Mintarsih juga menjelaskan bahwa desain komputer di perusahaan adalah hasil kerjanya, dan ia sering diundang oleh IBM sebagai pembicara dalam seminar. "Level pekerjaan saya di perusahaan ini diakui oleh IBM," tegasnya.
Mintarsih juga mengisahkan perjalanan kariernya di perusahaan taksi milik keluarga, yang dimulai pada tahun 1971. "Saya mulai bekerja tanpa gaji karena perusahaan masih baru. Bahkan setelah diangkat sebagai direktur pada tahun 1986, saya tetap tidak digaji," ungkapnya. Ketika akhirnya diberi gaji, masalah muncul ketika Purnomo menggugatnya pada tahun 2013.
"Ketidakadilan ini sangat berat. Karyawan biasa saja tidak diminta mengembalikan gaji mereka. Kenapa gaji saya harus dikembalikan?" ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa anak-anaknya kini harus ikut menanggung beban pembayaran ganti rugi tersebut.
Mintarsih berharap proses hukum selanjutnya, yakni Peninjauan Kembali (PK), akan lebih objektif dan adil. "Saya hanya berharap keadilan dapat ditegakkan dengan melihat dan menimbang fakta dan bukti secara obyektif," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H