Mohon tunggu...
Nasution
Nasution Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang wartawan adalah seseorang yang bertugas untuk mengumpulkan, menyunting, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui berbagai media seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan platform online. Mereka berperan penting dalam memastikan masyarakat memiliki akses terhadap informasi yang akurat, berimbang, dan relevan tentang berbagai peristiwa, isu, dan kejadian yang terjadi di dunia. Para wartawan sering kali melakukan investigasi, wawancara, dan riset untuk mendapatkan fakta-fakta yang dibutuhkan dalam menyusun berita. Mereka juga harus memiliki kemampuan analisis yang baik untuk menafsirkan dan mengurai kompleksitas informasi serta menyajikannya dengan cara yang mudah dimengerti oleh pembaca atau penonton. Selain itu, wartawan juga perlu memiliki etika profesional yang kuat, seperti kejujuran, integritas, dan objektivitas, untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau pihak lain. Mereka seringkali beroperasi di bawah tekanan waktu dan dalam situasi yang tidak terduga, sehingga mereka harus memiliki keterampilan manajemen stres dan ketahanan yang tinggi. Secara keseluruhan, wartawan memainkan peran penting dalam memelihara demokrasi dengan memberikan akses informasi yang adil dan akurat kepada masyarakat serta memegang pihak-pihak berwenang bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dr. Djonggi M Panggabean Simorangkir SH MH Menyerukan Bubarkan IPDN

12 Juli 2024   10:23 Diperbarui: 13 Juli 2024   01:02 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Advokat Senior Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH, dan Dr. Ida Rumindang Radjagukguk, SH, MH. Dokumen pribadi.

"TUTUP IPDN" Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mendapat sorotan tajam karena biaya yang sangat tinggi terkait pelatihan calon pemimpin pemerintahan. Dr. Djonggi M Panggabean Simorangkir SH MH menyuarakan kekhawatiran serius tentang efektivitas institusi tersebut dan perannya dalam lanskap 

Advokat Senior Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH, dan Dr. Ida Rumindang Radjagukguk, SH, MH. Dokumen pribadi.
Advokat Senior Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH, dan Dr. Ida Rumindang Radjagukguk, SH, MH. Dokumen pribadi.

Advokat Senior Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH, dan Dr. Ida Rumindang Radjagukguk, SH, MH, mantan Wakil Ketua Dewan Penasihat DPN PERADI dan mantan Ketua DPP IKADIN Bidang HAM.

"Dengan transisi dari APDN ke IPDN, biaya telah melonjak hingga miliaran rupiah. Namun, banyak lulusan hanya berakhir sebagai pelayan kepala daerah yang terpilih melalui proses yang meragukan, dengan pendidikan dan kualitas yang dipertanyakan," kata Dr. Djonggi.

Dia menyoroti bahwa proses politik sering kali menghasilkan pemenang yang berusaha keras untuk mengembalikan biaya kampanye, terutama yang didanai oleh para cukong. "Ini menghasilkan proyek-proyek pembangunan yang kualitasnya diragukan, karena kontraktor mungkin mengurangi spesifikasi untuk memaksimalkan keuntungan. PILKADA telah menjadi sumber korupsi," jelasnya.

Dr. Djonggi juga mengkritik integritas lembaga pengawas seperti Inspektorat, BPKP, dan BPK, yang kejujurannya dipertanyakan dalam melakukan audit dan pengawasan. "Mengingat masalah ini, sudah waktunya Presiden secara tegas menyatakan penutupan IPDN. Institusi ini tidak lagi berfungsi secara efektif," tegasnya.

Seruan untuk Reformasi Struktural

Dr. Djonggi mengusulkan restrukturisasi radikal dalam proses pemilihan pemimpin daerah. "Kita harus secara otomatis mempromosikan kepala daerah (Bupati) dan walikota terbaik ke tingkat gubernur, memastikan bahwa gubernur dipilih dari antara pemimpin paling kapabel di daerah mereka," usulnya.

Dia juga menggambarkan jalur karier yang mirip dengan akademi militer dan polisi. "Setelah menjabat sebagai gubernur, individu-individu ini harus ditempatkan pada posisi tinggi di Kementerian Dalam Negeri, berpotensi menjadi Direktur Jenderal (Dirjen). Dari jajaran ini, Presiden kemudian dapat memilih Menteri Dalam Negeri," jelasnya.

Belajar dari Struktur Militer dan Polisi

Dr. Djonggi menarik paralel dengan kemajuan karier di angkatan bersenjata dan kepolisian. "Seperti halnya lulusan akademi militer yang naik pangkat menjadi komandan daerah (Pangdam) dan akhirnya menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (Panglima TNI), atau lulusan akademi polisi yang naik dari kepala polisi daerah (Kapolda) menjadi kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) dan akhirnya Kepala Kepolisian (Kapolri), administrasi sipil kita harus mengikuti jalur meritokrasi yang serupa," tutupnya.

Kerugian Negara terhadap keberadaan para Kepala Daerah, Bupati, Walikota, dan Gubernur jika habis masa jabatannya, otomatis tidak bermanfaat lagi bagi Bangsa dan Negara sehingga tidak ada tanggung jawab MORAL. Namun, jika Kepala Daerah adalah Alumni APDN atau IPDN, mereka dapat meningkat menjadi staf di Kementerian Dalam Negeri, menjadi Direktur, bahkan Dirjen, Irjen, atau Sekjen, bahkan menjadi Menteri Dalam Negeri. Para Kepala Daerah, Bupati, Walikota, maupun Gubernur yang berasal dari hasil Pilkada selesai bertugas otomatis menjadi orang luar karena kontraknya hanya 5 tahun sesuai masa jabatan Kepala Daerah dan tidak otomatis menjadi staf di Kementerian Dalam Negeri atau menjadi Direktur, Dirjen, Irjen, Sekjen, maupun menjadi Menteri Dalam Negeri mendampingi Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun