sekolah elit di Indonesia telah terungkap setelah korban menunjukkan perubahan sikap signifikan dan dibawa ke psikiater. Mintarsih, seorang psikiater yang tidak menangani langsung kasus ini, memberikan pandangannya mengenai dampak psikologis dari kejadian ini dan pentingnya peran orang tua serta sekolah dalam pembinaan anak.
Jakarta, - Baru-baru ini, sebuah insiden kekerasan di sebuahKronologi Kejadian
Kejadian tersebut diduga terjadi sudah cukup lama sebelum terungkap. Korban mengalami perubahan sikap drastis setelah mengalami kekerasan yang diduga dilakukan oleh rekan sekolahnya. Setelah dibawa ke psikiater, ditemukan luka dalam pada tubuh korban yang mengindikasikan pemukulan. Saat ini, korban masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Dalam wawancara eksklusif, Psikiater Mintarsih menjelaskan bahwa perubahan sikap korban merupakan respons umum terhadap trauma yang mendalam. Ia menekankan pentingnya peran orang tua dan sekolah dalam mendukung pemulihan mental anak.
"Setiap orang tua pasti mengharapkan keadilan bagi anaknya. Jika kejadian kekerasan seperti ini diabaikan, jelas anak akan merasa sangat terganggu, mengalami ketidakadilan besar, dan rasa ketakutan yang luar biasa," kata Mintarsih. "Perubahan sikap pada anak adalah reaksi alami terhadap ketidakadilan dan rasa sakit yang mereka alami."
Mintarsih juga menyoroti pentingnya perhatian orang tua dan keterlibatan sekolah dalam menjaga kesejahteraan mental anak.
"Anak-anak sering kali tidak bercerita kepada orang tua jika tidak merasa cukup dekat atau takut akan reaksi negatif. Orang tua perlu membangun komunikasi yang baik sejak dini, sehingga anak merasa nyaman untuk berbicara," ujarnya. "Selain itu, sekolah juga harus berperan aktif. Guru-guru seharusnya tidak hanya fokus pada pelajaran tetapi juga memperhatikan segi moral dan kesejahteraan siswa."
Mintarsih menegaskan bahwa sekolah harus turut bertanggung jawab atas kejadian ini, karena sekolah merupakan tempat anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka selain di rumah.
"Sekolah memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Jika sekolah lepas tanggung jawab, mental anak bisa terganggu dan ini dapat berdampak pada peningkatan kriminalitas di masa depan," jelasnya. "Pembinaan mental dari orang tua harus dilanjutkan oleh sekolah. Guru harus terlibat dalam membina mental anak-anak, bukan hanya mengajar."
Terkait proses pemulihan, Mintarsih menjelaskan bahwa durasinya sangat bergantung pada tingkat trauma yang dialami dan dukungan yang diterima korban.
"Proses pemulihan trauma pada anak sangat bervariasi, tergantung seberapa dalam trauma yang dirasakan dan seberapa besar dukungan yang diberikan oleh lingkungan sekitar," kata Mintarsih. "Jika anak merasakan keadilan dan dukungan, proses pemulihan bisa lebih cepat. Namun, jika trauma terus berlanjut tanpa penanganan yang tepat, maka prosesnya bisa memakan waktu lebih lama."
Kejadian kekerasan ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara orang tua dan sekolah dalam menjaga kesehatan mental anak-anak. Mintarsih berharap bahwa kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan kesejahteraan mental anak dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.