Mohon tunggu...
Kanaisa Salsabila
Kanaisa Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Siliwangi Tasikmalaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Penipuan Jual Beli Online

6 Desember 2023   19:26 Diperbarui: 6 Desember 2023   19:42 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ESSAY ANALISIS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

Pasal 1320 KUHPerdata menjelaskan syarat-syarat sah perjanjian, yaitu 1) Kata sepakat untuk mengikatkan dirinya, 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3) Suatu hal tertentu, 4). Suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yang mana jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka perjanjian yang dibuat dapat dimintakan pembatalan oleh para pihaknya.  Perjanjian yang melanggar syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Ayat 1 dan 2 KUHPerdata, yaitu perjanjian tersebut lahir karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke) antara lain karena kekhilafan, paksaan atau penipuan, atau karena ketidakcakapan pihak dalam perjanjian (ombekwaamheid), sehingga berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu.  

Maka berkaitan dengan penjelasan perbuatan melawan hukum dalam islam tersebut dapat dianalisis pada kasus Penipuan Jual Beli Online adanya Wahbah dalam melakukan pelanggaran dalam hal penipuan hak individu kepada pembeli. Kemudian dalam hukum islam sendiri yang berkaitan dengan yang melanggar hukum tersebut adalah hal-hal yang melanggar hukum syariat yang berdasar pada Al-Quran, hadis dan ijtihad para ulama dalam hal ini penipu melanggar hukum syariat yang mana berbohong atau berkata tidak sesuai dengan kenyataannya kepada pembeli dan melanggar perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.

Upaya hukum perkara perdata dalam Islam, perbuatan melawan hukum merujuk pada tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam dan norma-norma hukum Islam (Syariah) yang telah dijelaskan diatas. Alquran dan hadis telah menempatkan sejumlah prinsip penyelesaian sengketa baik dalam lingkup peradilan (litigasi), maupun diluar peradilan (non litigasi). Spirit Islam menunjukkan bahwa hendaknya penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara-cara di luar pengadilan. Kandungan Alquran dan hadis menunjukkan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa Hukum Islam yaitu: 

Pertama, suluh (perdamaian), dalam penyelesaian sengketa non litigasi bisa diartikan sebagai negosiasi, karena ini adalah sebuah upaya mendamaikan atau membuat harmonisasi antara dua atau beberapa pihak yang berselisih.

Kedua, tahkim (wasit), secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang dikenal dewasa ini yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan perselisihan mereka secara damai.

Ketiga, wasata (mediasi), dalam alternatif penyelesaian sengketa kata wasata ini dapat sepadankan dengan proses mediasi karena keduanya merupakan proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penengah dalam memberikan nasihat.

Keempat, al-qada (pengadilan), apabila dalam sengketa Hukum Islam tidak berhasil melakukan suluh, tahkim atau para pihak tidak mau melakukan cara tersebut, maka salah satu pihak bisa mengajukan dan menyelesaikan masalahnya melalui al-qadha (pengadilan).

Tidak memenuhi syarat subjektif karena penipuan jual beli online karena terdapat cacat kehendak yaitu kesepakatan yang terjadi karena ada unsur penipuan dari pihak. Tidak terpenuhinya syarat objektif contohnya karena barang yang diperjualbelikan tidak authentic yang mana tas seperti itu melanggar penggunaan merek orang lain tanpa izin dan itu dilarang oleh hukum. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif yang bila tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif yang apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka implikasi hukumnya yakni perjanjian batal demi hukum.

Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan yang disepakati yakni dapat mengajukan upaya hukum melalui langkah non litigasi melalui jalur perdamaian namun bila gagal juga dapat ditempuh melalui upaya hukum litigasi yakni dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum melalui pengadilan negeri, hal ini didasari oleh karena perjanjian yang tidak sah dan memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan yakni untuk menuntut pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun