Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seaspiracy: Mengurai Kolapsnya Ekosistem Laut

7 Juli 2021   10:21 Diperbarui: 7 Juli 2021   10:27 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan jika populasi paus dan hiu sebagai puncak rantai makanan terancam, apa yang akan dialami generasi kita selanjutnya?

Film dokumenter Netflix, Seaspiracy berusaha mengungkap kegelisahan tersebut. Dari fakta sederhana yang kita tahu tentang sampah plastik di lautan, hingga menyoroti perburuan lumba-lumba yang dilegalkan di Jepang.

Lalu salah satu yang tak pernah disadari sebelumnya, mungkin kita peduli pada kampanye plastik, kampanye sedotan, penangkapan ikan ilegal, dan lain sebagainya. Itu semua cukup kasat mata. Tapi sebenarnya masalah terbesar yang dihadapi adalah industri penangkapan ikan itu sendiri. Ancaman besar yang "tidak terlihat".

Dalam hal merusak ekosistem laut, sampah plastik jadi seperti tak ada apa-apanya dibandingkan dengan hasrat konsumtif manusia itu sendiri yang butuh nutrisi dari ikan-ikan di laut.

Semakin tinggi permintaan pasar, industri penangkapan ikan kian berkembang, dan dengan kian merajalelanya kapal-kapal di laut yang menangkap ikan memakai daya masif, gila-gilaan, maka ikan yang katanya tak akan habis itu juga pada akhirnya akan punah juga.

Mengapa? Yah, meskipun kapal-kapal nelayan hanya fokus menangkap ikan-ikan tertentu, tapi secara tidak disengaja jaring-jaring mereka juga akan menjerat "populasi yang tak diinginkan". Hiu, penyu, dan ikan-ikan lain mau tak mau akan ikut terjebak dalam apa yang orang-orang sebut sebagai "tangkapan tidak disengaja", atau "tangkapan sampingan".

Nelayan memang tidak memburu hiu, tapi mereka tak sengaja terus menerus menangkap hiu. Dan seringkali, saat hiu-hiu tersebut hendak dilepaskan kembali, itu sudah terlambat.

Dan bagaimana jika ada hingga empat setengah juta kapal penangkap ikan yang beroperasi di dunia?

Kita bisa membayangkan setiap menitnya, setiap detiknya, ada berapa ikan yang berhasil ditangkap nelayan. Ada yang bilang, jumlahnya mencapai 2,7 triliun ikan per tahun, atau setidaknya ada lima juta ikan yang ditangkap setiap menitnya.

Kemudian kapal-kapal itu menghasilkan limbah yang jauh lebih mengerikan dampaknya dibandingkan sampah plastik, atau sedotan plastik, yang biasa dikampanyekan itu.

Kapal-kapal itu menebarkan sampah laut berupa jaring-jaring yang jumlahnya membuat kita mengernyitkan dahi. Membuat kita berpikir kembali, bahwa apa yang diperjuangkan tentang kampanye sedotan plastik adalah seperti mengatakan kepada orang-orang, bahwa untuk menyelamatkan hutan sebaiknya jangan pakai tusuk gigi. Alih-alih melawan pembalakan liar yang tak bisa disentuh hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun