Mengapa harus melampiaskan kekesalan pada pekerjaan kita? Hanya karena banyak masalah, lalu enggan menulis. Hanya karena repot, lalu mengatakan tak sempat. Itu bukan sikap profesional seorang atlet bulutangkis (misalnya), hanya karena hal-hal sepele lalu tak sudi untuk latihan.
Kita cuma sekedar disibukkan dengan ragam alasan. Kita cuma mungkin sekedar terlalu malas, atau terlalu sungkan dan merasa putus asa untuk berjuang. Merasa enggan karena belum bisa menjiwai. Merasa letih karena tak kunjung menikmati.
Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, mengapa kita bisa tak merasa jemu dan selalu menemukan waktu hingga berjam-jam untuk melakukan hobi nonton film misalnya. Atau naik sepeda. Atau merias wajah. Bahkan bisa curi-curi waktu di halte sambil buka-buka Instagram sampai tak sadar ketinggalan bus. Tapi kadang tak bisa menyempatkan diri barang sepuluh menit setiap hari untuk sekedar menulis sesuatu? Itu jika anda bertanya masalah ide.
Kita bahkan bisa nulis sambil menonton televisi atau memasak. Seperti halnya kita sebenarnya bisa saja membalas chat dari seseorang yang bagi kita sangat penting, saat kita sedang sibuk-sibuknya melakukan sesuatu. Bahkan saat mengemudi mobil sekalipun. Bila kita menganggap nulis itu penting, kesibukan lain apapun akan ditinggal.
Beberapa dari kita sebenarnya sekedar tak menyempatkan diri. Alasan tak punya waktu atau tidak memiliki ide adalah alasan yang "tak logis". Jika tidak memiliki komputer atau laptop, kita masih punya ponsel. Jika ponsel juga tak punya, setidaknya kertas dan pena adalah hal yang saking murahnya bahkan hampir bisa ditemukan dimana saja.
Tak ada yang salah dengan orang lain yang demikian, sebab fitrah manusia kadang juga mudah merasa bosan. Sebenarnya kita hanya perlu mengurus diri kita masing-masing. Apakah sikap kita sudah benar?
***
Sekian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H