Tulisan yang membutuhkan penalaran dan daya berpikir kritis harusnya dibaca dengan metode yang berbeda dengan sekedar tulisan santai. Maka kadang perlu buru-buru, kadang harus pelan-pelan. Jangan dipukul rata. Tergantung bentuk tulisan macam apa yang akan bertanding dengan seseorang.
***
Seni tulis yang sesungguhnya memiliki metode. Ada rambu-rambu tak tertulis. Di mana sebuah tulisan tersusun dari kalimat pengantar, paragraf yang isinya basa-basi, dan ide pokok itu sendiri. Sebagaimana sebuah pemandangan bisa jadi indah saat memiliki banyak komponen, demikian juga sebuah tulisan...
Maka sebaiknya jangan terjebak. Saat membaca harus bisa membedakan, mana yang sekedar metafora, mana yang sungguh ingin diungkapkan oleh penulisnya, mana yang basa-basi, dan mana yang realita.
Mengurutkan itu penting, untuk memetakan kerangka tulisan. Lalu kita bisa memahami apa yang sebenarnya ingin dikatakan dalam sebuah buku panjang. Yang ternyata ide pokoknya hanya kalimat singkat, yang sangat sederhana...
Saat seseorang gagal menangkap dan tak mampu membedakan dalam sebuah tulisan, mana yang kalimat penting, dan mana yang sekedar paragraf pendukung, besar kemungkinan juga akan gagal menyimpulkan apa yang baru saja dibaca. Akhirnya menganggap semua kata-kata dalam tulisan adalah pokok dan sentral. Dan memahami kalau semuanya adalah kesimpulan. Padahal, kesimpulan biasanya selalu sederhana.
Akhirnya yang bisa didapatkan hanya menikmati seni bertuturnya saja. Tanpa mengerti apa maksudnya...
Jadi, seperti halnya menulis, membaca juga butuh bakat yang perlu diasah. Setidaknya itu menurut saya. Agar saat insting membaca sudah tajam, tak perlu sampai membaca semua tulisan hanya untuk menebak alurnya. Dan bisa dengan mencium diksi dari beberapa paragraf pertama, sudah bisa menyimpulkan apakah tulisan ini perlu dibaca atau tidak untuk saya. Buku yang bagus beraroma "wangi" dalam gaya bahasa dan warna tulisannya.
Kalau dalam buku How to Read A Book, ada empat tingkatan menjadi pembaca yang baik.
Yaitu, dasar, cepat juga sistematis, analitis, dan sintopikal. Saya belum mampu menjelaskan teknik membaca sintopikal. Sebab sepertinya saya masih harus banyak mengasah daya cepat dan sistematis dulu.
Dan yang terpenting dari semua itu sebenarnya adalah lebih dulu menjadikan dunia literasi sebagai sarapan pagi. Makanan sehari-hari. Sebab apa gunanya mempelajari semua teknik diatas, kalau dalam membaca buku atau tulisan panjang saja masih ada rasa terpaksa. Minimal dalam tahap membiasakan diri membaca, lalu kemudian mulai membiasakan diri juga untuk jadi pembaca yang baik.
Sebab nasihat baiknya adalah, orang yang hebat dan berwawasan saja masih membaca dan melakukan pengamatan. Takut kalau-kalau kesimpulannya keliru. Apalagi kok belum berkesimpulan, maka seharusnya jendela itu dibuka terlebih dahulu.