CATATAN TENTANG NORWEGIAN WOOD, HARUKI MURAKAMI, DAN THE BEATLES
"I once had a girl, or should I say, she once had me... She showed me her room, isn't it good, Norwegian wood?" The Beatles, Norwegian Wood.
Saya begitu penasaran dengan novel Haruki Murakami yang diberi judul dengan lagu itu. Sastrawan Jepang satu ini berhasil menembus pangsa pasar dunia dengan karyanya tersebut. Novelnya diterjemahkan dalam sekian bahasa. Termasuk Inggris dan Indonesia. Saya gak tahu sudah berapa negara yang menerjemahkan novel ini. Sebab ini termasuk bacaan sastra lawas yang sering sekali saya temukan review positifnya.
Judul aslinya Noruwei no Mori terbit tahun 1987 M. Gosipnya, novel ini begitu populer di Jepang. Sampai seolah-olah setiap rak rumah di Jepang memiliki buku ini. Padahal novel lain Murakami banyak. Tapi salah satu yang paling terkenal ya ini.
Saat melihat plot cerita yang mengandung genre romantis, rasanya novel ini belum cocok untuk seusia saya. Yang cuma bisa saya nikmati ya paling hanya tutur kata penulisnya. Bagaimana dia bercerita. Bagaimana dia membawa suasana. Ceritanya sih saya gak begitu tertarik. Gak begitu penting mungkin malah. Apalagi ini tergolong bacaan orang dewasa. Entahlah...
Satu hal, buku digitalnya "susah dicari". Untung saja novel terjemahan bahasa Indonesia nya kalau gak salah bukan terjemahan versi Inggris. Kalau iya, gimana jadinya? Novel terjemahan yang diterjemahkan dari novel terjemahan pula. Hilang sudah cita rasa penulis aslinya. Jelas saya gak mungkin baca versi aslinya yang berbahasa Jepang.
Untuk mengobati rasa penasaran, coba baca-baca versi preview. Gak dibaca pelan, tapi dengan skimming. Meloncat-loncat seperti saat scroll Instagram. Hehehe...
Saya gak mau termakan opini orang yang mengatakan Haruki Murakami membangun cerita dengan dialog. Cerita yang lambat. Dan bagi sebagian orang akan membosankan. Benarkah? Biasanya ada dua tipe novel dan cerita. Kisah yang dibangun berdasarkan monolog, atau berdasarkan dialog. Tapi sekali lagi, itu kembali ke selera kita masing-masing.
Seperti menikmati sebuah kopi. Apa yang anda nikmati? Apakah anda haus? Lalu langsung meneguknya habis. Ataukah anda menikmati aromanya? Atau bahkan menikmati rasanya? Mungkin penikmat kopi sejati gak akan begitu saja menghabiskan minumannya sekali teguk.Â
Tapi dinikmati dalam suasana rintik, sambil ditemani seseorang. Sembari mendengarkan musik klasik. Dicium aroma wanginya. Dan diseruput pelan-pelan. Begitu jugalah sebagian orang menikmati sebuah buku. Kalau sekedar haus dan penasaran dengan cerita ya tak usah baca novel. Hehehe.
Cuma biar lega hati, "oh ternyata sekilas isinya begitu." Untuk menikmati bacaan secara utuh butuh mood. Saya belum memiliki alasan untuk membaca serius novel ini. Kalau dianalogikan dengan minum kopi, membaca buku ini saya masuk golongan orang yang sekedar haus. Bukan penikmat.