Rommel itu jenderal yang unik. Dia akrab dan mudah bergaul dengan anak buahnya. Dia sering "blusukan" ke medan perang. Alih-alih diam di markas komando. Dalam perang di Afrika, dia katanya ada "dimana saja" kecuali di markasnya sendiri. Itulah mungkin sebabnya saat terjadi percobaan pembunuhan terhadap dirinya pada malam 17 November 1941, musuh gagal menemukannya. 30 pasukan khusus yang dikirim hampir semua mati, setahu saya karena buruknya informasi intelijen. Hanya dua yang selamat.
Saya ingat kisahnya dalam tulisan mas Gunawan Wibisono. Informasinya, Rommel waktu itu akan berakhir pekan di sebuah vila. Tim dilepas dari kapal selam dan diberi sandi Operasi Flipper. Rommel, ternyata tidak ada di tempat, dan situasi vila yang besar malah membuat pasukan ada yang gugur karena tembakan teman sendiri.
Rommel segera pulang ke vila dan memerintahkan semua pasukan gugur yang akan membunuhnya dimakamkan dengan penghormatan penuh secara militer. Ia sendiri yang memimpin. "Sama seperti kita, mereka juga tentara yang bertugas demi bangsa dan negara, kita harus menaruh hormat"
Luar biasa.
Karena seringnya "blusukan" Â ke front depan yang sangat berbahaya, katanya biasanya Rommel berangkat dengan sebuah Kampfgruppe (Grup tempur) kecil yang selalu siap-sedia manakala terjadi kontak senjata dengan pihak musuh. Dan meskipun konon pernah terjadi kontak senjata sampai beberapa kali, Rommel tak juga kapok.
Dengan terang-terangan di sebuah foto dia bahkan nampak memberikan perintah dari tempat terbuka di front depan. Orang ini apa gak peduli sama sniper musuh ya?
Rommel adalah orang yang menerapkan perang tanpa benci. Bukan semata mengobarkan perang suci. Musuh yang dihadapinya bukanlah orang yang dibencinya.
Boleh saya katakan, kalau Rommel itu berperang demi negara. Dia mendedikasikan sumpah setianya untuk Jerman. Dia tidak berperang untuk partai Nazi, ataupun Adolf Hitler.
Ini nampak dari penghormatan sekutu sendiri. Beberapa saat setelah perang berakhir, tahun 1951, Amerika segera membuat film tentang dirinya berjudul The Desert Fox. Bisa anda bayangkan itu? Hanya enam tahun setelah perang berakhir. Yang membuat film tentang Rommel pula bukanlah orang Jerman. Tapi orang Amerika sendiri yang dulu pernah berperang dengannya.
Setahu saya, seberapapun sikap respect dari sekutu, tak pernah ada sejarahnya sampai pemimpin negara memuji lawannya seperti mereka memuji Rommel. Betapa hebat dan salutnya Amerika pada jenderal Jepang Tadamichi Kuribayashi di pertempuran Iwo Jima misalnya. Tak pernah sampai Presiden Roosevelt memujinya di hadapan kongres. Karena itu mungkin akan membawa dampak buruk juga pada mental pasukan. Tapi Churchill konon pernah memuji Rommel di depan kongres tahun 1942. "Kami berhadapan dengan seorang lawan yang bukan main berani dan pandainya. Dan izinkan saya mengatakan ini dengan melewati suara gemuruh peperangan. Dia adalah seorang jenderal yang besar. Yaitu Erwin Rommel."
Tindakan Churchill tentu saja menuai protes. Dia dapat kritik. Tapi dalam buku memoar yang ditulisnya, Memoires, dia katakan dia tidak menyesal. "Saya tidak menyesal karena telah memberi salut itu kepada Rommel."