Hari ini sekedar ingin menulis sesuatu. Tapi entahlah. Seperti tak ada yang bisa diceritakan. Atau justru sebaliknya, karena saking banyaknya yang ingin diungkapkan, akhirnya malah jadi tak bisa mengatakan apapun. Mirip kisah jaman Sekolah dasar dulu.Â
Saat wali kelas memerintahkan menggambarkan sesuatu. Dan perintahnya tegas, gambarlah apapun yang indah. Disitulah dilema terjadi. Jika instruksinya lebih rinci, seperti gambarlah bukit, atau gambarlah kucing.Â
Maka kita tak akan pernah kehabisan ide untuk menggambar jenis kucing apapun, mulai ras anggora hingga ragdoll atau ragamuffin sekalipun. Tapi jika permintaan beliau terlalu luas begitu, maka inspirasi seperti mandek. Sebab terlalu banyak hal indah untuk digambar. Mulai kelap-kelip bintang, sampai warna hijau di atas batu karang. Jadi, bukan karena tak ada.Â
Tapi karena terlalu banyak. Hingga kita mengartikan kesempurnaan sebagai sebuah kesederhanaan. Tidak lebih dari yang mampu dipahami mereka yang lama mengeyam bangku sekolahan. Dengan tesis atau gelar magister.
Tapi sudahlah, itu hanya basa-basi. Sebab cerita sesungguhnya dimulai kemarin sore. Ketika entah kenapa film gress dari sutradara Skyfall, Sam Mendes itu mulai tayang secara tak sengaja di layar ponsel.Â
Iseng-iseng saja, karena jarang ada film menarik tentang perang dunia pertama. Kisah tentang perang dunia kedua biasanya lebih menarik. Setelah kemarin itu jagad bioskop dijamu dengan film sekeren Midway. Yang mengisahkan secuil perjuangan si sombong namun sumbut dengan kemampuannya, Dick Best bersama pesawat pengebom tukik SBD Dauntless nya itu.
Harus saya akui, jika selera anda adalah mengagumi kejelian dan "aura" yang unik. Sinematografi yang bagus, maka film ini layak ditonton. Pantas saja film ini memenangkan Golden Globes untuk kategori The Best Motion Picture- Drama dan Best Director.
Namun jika anda lebih sedang butuh hiburan, karena kesal dengan pekerjaan yang tak kunjung usai, butuh pelampiasan dengan sumpah serapah, ingin membanting ponsel kesayangan anda tapi eman-eman, butuh adegan tembak menembak yang berdarah-darah, atau aksi yang mendebarkan seperti atraksi loncat gedung pakai supercar di Dubai oleh Vin Diesel, maka ini bukan film yang anda cari.
Ini adalah drama. Berlatar perang dunia pertama. Apa yang penting dari menonton film perang? Tidak banyak, selain satu hal yang selalu saya kenang. Bahwa harga kemerdekaan dan masa damai seperti yang kita rasakan hari ini adalah sangat mahal. Betapa sepiring nasi yang kadang tak kita habiskan saat makan, adalah ibarat emas permata saat perang berkecamuk. Tak bisa dipungkiri, bisa tidur nyenyak setiap malam, bisa beribadah dengan tenang, bisa hidup sejahtera tanpa kekurangan makanan, adalah impian para pembangun pondasi bangsa.
Saya gak bisa banyak bicara dengan film ini. Lebih-lebih karena gak begitu paham sejarah dan benang merah perang dunia pertama. Selain secuil kisah yang saya ingat tentang pembunuhan Franz Ferdinand. Juga saya gak mengerti musabab adegan demi adegan tersebut bermula. Kisah saat peristiwa pasukan Jerman mundur ke garis Hindenburg dalam Operasi Alberich. Yang saya ingat justru garis Maginot kebanggaan Prancis itu. Kalau itu bisa sedikit saya kisahkan. Tapi mungkin kapan-kapan. Kalau pena saya  belum kering.
Sudah dulu, bisa dilanjut lain waktu... Ada hari yang musti kita nikmati, mumpung udara sejuk masih berhembus.