Mohon tunggu...
Sam Kamuh
Sam Kamuh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Editor

Live your life with good thoughts, good words, good deeds.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sikap yang Menyentuh Hati

5 Juli 2019   05:21 Diperbarui: 5 Juli 2019   06:34 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman Mesir kuno dulu, seseorang yang bersalah, kemungkinan harus membawa arang yang sedang terbakar di kepalanya, sebagai tanda pertobatan.

Saya pernah membaca sebuah cerita tentang seorang anak lelaki di perkemahan musim panas yang membawa kue dari rumahnya. Dia makan beberapa dan kemudian meletakkan sisanya di bawah tempat tidurnya.  Keesokan harinya sesudah mereka pergi, temannya melihat ada anak laki-laki lain yg memakan kuenya di tepi danau. 

Dia kemudian menemui temannya yg membawa kue itu dan berkata, "Saya tahu siapa yang mencuri kuemu.  Apakah kamu ingin memberinya pelajaran?" Bocah itu setuju, lalu temannya berkata, "Minta ibumu mengirimkan kotak kue lagi."

Ketika kotak baru tiba, teman sekaligus pembimbingnya menyuruh bocah itu untuk membagikannya dengan bocah yang mencuri kue itu.  Namun dia ragu-ragu, "Tapi mengapa?  Bukankah dia harus dihukum? " kata bocah pemilik kue tersebut. Tetapi pembimbingnya bersikeras membujuknya untuk membagikan kuenya dengan si pencuri.

Beberapa saat kemudian, sang pembimbing melihat kedua anak laki-laki tersebut berjalan sambil kedua tangan mereka saling diletakkan di bahu. Kebaikan anak laki-laki pemilik kue begitu menyentuh anak yang mencuri kue.

Saya pikir rasa lapar di hati anak kecil yang mencuri kue, mungkin lebih dari sekadar lapar badani.  Mungkin dia bukan anak yang dengar dengaran di rumah.  Jadi dengan melihat sikap pemilik kue yg melampaui kesalahannya, bocah pertama telah menyentuh hati pencuri ini hingga bisa menjadikannya sebagai teman. 

Meskipun anak laki-laki itu memiliki hak untuk menuntut pembalasan, pendekatan pembimbingnya menciptakan persahabatan. Paulus berkata, "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21).

Daud berhak membunuh Nabal demi keadilan. Setelah Daud dan anak buahnya yg telah melindungi kawanan dan ternak Nabal selama berbulan-bulan, mereka meminta beberapa persediaan, tetapi orang-orang Daud ditolak oleh Nabal, yang bahkan mengancam mereka.  Raja Israel itu sangat marah dan mempersiapkan pasukannya untuk memberikan satu atau dua pelajaran terhadap orang yang egois ini.

Tetapi istri Nabal mengetahui  sikap egois suaminya dan menyiapkan persediaan makanan yang besar untuk Daud dan anak buahnya.  Lalu dia mencegat Daud dan dengan rendah hati memohon belas kasihan.  Itu menyentuh hati Daud dan dia menerima hadiah-hadiahnya dan berbalik dari misinya untuk membalas dendam.

Ketika kita menunjukkan kebaikan kepada musuh kita, itu memiliki potensi untuk membawa penyesalan, untuk "membakar" hati nurani mereka.  Tuhanlah yg akan membalas perbuatan kita ketika kita berusaha menunjukkan cinta dan kasih kepada orang lain  bahkan kepada musuh kita.

Bacaan tambahan: Amsal 25: 15--28

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun