(sumber gambar : Helgi Halldórsson from ReykjavÃk, Iceland)
Waktu kecil , Kampret adalah anak yang nakal. Kerjanya sering sekali membuat orang marah dan berteriak kesal. Tak jarang rotan mampir untuk memberikan pelajaran, agar Kampret menjadi anak yang baik, patuh pada orang tua dan tidak lagi nakal.
Aku, si Kampret kecil, sering tidak mengerti, mengapa mamak begitu marah, saat ku hajar anak tetangga yang suka usil meledek orang. Bagaimana aku bisa tinggal diam, kalau ada kawanku dibully orang. Aku diajarkan untuk menjadi pahlawan oleh Bapak, kata Bapak, tugas pahlawan adalah membela orang yang lemah dan butuh pertolongan.
Namun Mamak tak butuh pahlawan, mamak butuh anak yang tidak suka berperang, tidak suka berkelahi dengan anak tetangga. Mamak sudah bosan mendengar laporan, kalau anaknya nakal. Sudah bosan dipanggil guru sekolah dan dinasehati agar rajin mengawasi anaknya, agar tidak Nakal.
Pernah suatu kali mamak menghajarku pakai rotan penggebuk kasur. "Tar, tar , tar" kurang lebih begitu bunyinya ditelingaku. Aku diam, aku tidak mau minta ampun, tidak juga mau berteriak sakit, apalagi menangis. "Aku tidak salah, mengapa mamak memukulku," begitu kataku berulang kali. Makin aku bersuara, rotan makin gencar mampir dikakiku. "Tar, Tar, tar ".
Tadi Siang sahabatku diledek, mentang mentang jalannya plengkok, karena polio, diledek sekali dua kali, aku diam, bersabar, tapi tidak bila terus menerus , sahabatku di hina seperti itu.
Apa salahnya bila sahabatku tidak bisa berjalan normal? Kalaupun bisa, tentu dan pasti dia juga ingin bisa berlari, mengejar bola, dan bermain sepeda, sama sepertiku, sama seperti mereka.
Lalu apa hak mereka meledek dan menghina sahabatku ?
Jetar, ku tempeleng anak lancang yang berani menghina sahabatku, tidak perduli bila aku nanti harus dihukum bu guru, atau dipukuli mamakku.
"Tar tar tar "Ayo katakan, bahwa kamu tidak akan berkelahi lagi, begitu selalu bila mamak kesal. Apalagi bila ibu tetangga datang sambil membawa anaknya yang cengeng namun nakal, datang ke rumah dan berharap mamak memberikan keadilan bagi anaknya. Bah, anaknya yang mesti dihajar, kalau perlu masukan saja 1 kg cabe ke mulutnya yang ceriwis itu !!!!!! (makiku dalam hati kesal)
Aku tambah mengkal, saat melihat anak kurang ajar itu tersenyum senang, saat aku di rotan. Air mata buaya, dasar anak cengeng! Pura pura lagi kau menangis, lihat besok, akan ku hajar lagi kau bolak balik, agar kapok kau mengadu ! (tekatku kuat dalam hati).