Mohon tunggu...
Kampret Semedi
Kampret Semedi Mohon Tunggu... -

Manusia yang baru belajar menulis, sehabis semedi, agar bisa turut sekedar berbagi , meski hanya berita basa basi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa, Ah Sudah Biasa

6 Juni 2016   00:08 Diperbarui: 6 Juni 2016   00:50 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tahun yang lalu , aku lupa tahun berapa itu, pernah kuikuti suatu kegiatan sosial. Mengunjungi rekan rekan anak jalanan, bersama dengan suatu perkumpulan orang orang yang memang perduli pada mereka. Sebelum berkunjung, aku sudah diwanti wanti , agar aku tidak sembarangan memberi. Tidak boleh memberi mereka uang, karena hanya akan mereka pakai untuk membeli lem Ai**Ai**. Mungkin ada yang tidak mengerti untuk apa lem itu bagi mereka. Atau mungkin juga sudah banyak yang tahu apa kegunaanya , atau jangan jangan juga sudah pernah mencoba, hayo ngaku . Benar Lem itu akan mereka pakai untuk Fly, ngelem bahasa mereka. Aku sendiri tidak pernah mencobanya, jadi tidak tahu apa dan bagaimana sensasinya.  Intinya daripada memberi uang, aku diwanti wanti untuk memberikan mereka benda, atau makanan saja.

Sering kudengar kisah pilu dari mulut mereka, ada anak yang dibawa ibunya naik kereta dari suatu kampung sebut A, lalu tanpa babibu, ditinggal begitu saja anaknya yang belum genap berusia 6 tahun. Anak itu menangis dan sangat ketakutan, dan "beruntung" dia ditemukan oleh anak jalanan lain yang senasib dan sepenanggungan. Ini kisah nyata, fakta dan apa adanya, kudengar langsung dari sang bocah. Si Ibu pergi entah kemana, dan anak laki laki kecil ini ditinggal sendiri, di Ibukota , tanpa tahu harus berbuat apa dan bagaimana. KEJAM!!!!!

Tidak berperikeibuan!!! Tidak berperikemanusiaan!!! Biadab !!!!!!  Tidak BERTANGGUNG JAWAB !!!!!!!!!!! Begitu makiku dalam hati. Di Stasiun Gambir, anak itu tidak sendiri, ada banyak anak lain, dengan berbagai macam kisah dan cerita. Namun semua memikul nasib yang sama, jauh dari kata sejahtera dan berkecukupan. 

Kembali pada makna puasa, bila puasa hanya sekedar diartikan menahan rasa lapar dari pagi hingga sore, tidak makan , tidak minum, dan kita merasa luar biasa bila sudah menjalankannya 1 bulan pool, tanpa bolong, tanpa absen dan tanpa jeda, maka bagi mereka anak jalanan hal itu bisa jadi sudah biasa. Tidak ada lagi luar biasanya, lapar tanpa makanan dan minuman , apa hebatnya ?  Jika kita bisa berbuka dengan makanan yang lebih wah dari biasanya, merasa berhak dan layak karena sudah merasa berjuang mengatasi semua godaan dari pagi hingga Magrib datang, mereka belum tentu memiliki kesempatan seperti itu.  Bila rejeki datang , mereka mungkin bisa makan dunkin donat, ini bila kampret Semedi datang berkunjung dan membawakan sekotak donat bagi mereka. Atau bisa jadi mereka mendapatkan rejeki nomplok saat banyak orang bermurah hati memberi sedekah. (Namun ingat, kalau bisa jangan memberi mereka uang, beri mereka pakaian, buku, atau apa saja tapi harap sekali lagi diharapkan, dihimbau , disarankan, jangan memberi mereka uang.)

Bila berkah Surga bisa didapat bagi orang yang rajin ber"puasa" menahan lapar dan haus, Anak anak jalanan dan para kaum papa, bisa jadi segaris lebih dekat dengan semua berkah berkah surga itu. 

Kutulis artikel ini, bukan untuk menjabarkan arti puasa, karena tentu semua umat mengerti, arti dan makna puasa yang lebih mendalam, lebih hakiki dan lebih penting daripada sekedar urusan lapar dan haus belaka.

Kutulis artikel ini, untuk sekedar mengingatkan, saat lapar dan haus begitu mencekat lidah dan rasa, ingat ingatlah, diluar sana ada banyak anak, ada banyak orang yang mungkin tidak merasakan ini hanya satu dua hari, atau satu dua bulan, bagi mereka semua rasa lapar dan dahaga menjadi teman mereka sehari hari. Hal itu tidak luar biasa bagi mereka. Bagi mereka "puasa" macam itu sudah biasa!

Kutulis artikel ini bukan untuk merendahkan arti puasa, justru ingin kuingatkan lagi, janganlah berpuasa hanya sekedar menahan rasa lapar dan haus, bila seperti itu, puasa ini tidak ada lebihnya dari apa yang biasa anak anak jalanan itu alami dan rasakan hampir setiap hari.

Akhir kata, bila ingin berbagi dalam rasa dan dalam berkah pada mereka yang papa, ingatlah memberi adalah kebaikan, tapi janganlah memberi tanpa kebijaksanaan. Karena pemberian yang salah bukan memberi manfaat dan malah mencelakakan.

Salam Semedi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun