Saat pertama kali ku berkenalan denganmu, wahai asap rokok, aku terbatuk batuk, bau apa ini, macam knalpot rusak. Namun ku lihat temanku tertawa terbahak bahak, mentertawakan keculunanku, katanya aku macam anak ingusan yang tidak punya nyali. Masakan merokok satu batangpun aku tak mampu, bikin malu saja, begitu katanya. Jadi kuteruskan menghisapmu, meski baumu tetap tak sedap bagi tenggorokanku. Â
Temanku mengangguk angguk, tersenyum, dan berujar, tak rugi kau kuberi sebatang rokokku, pintar juga kau , itu baru namanya jagoan. Dan hidungkupun kembang kempis antara girang, dan tak tahan dengan bau asap rokok yang berlomba masuk dalam paru paruku, pengap, sesak, namun sepadan dengan kata pujian , jagoan, aku bukan anak culun lagi.
Sejak saat itu temanku rajin memberiku sebatang dua batang, dan kita asik  mengisapmu, sambil bersembunyi di balik tembok kantin agar tidak terperegok guru sekolah. Asapmu sudah tidak mengganggu lagi, aku kini sudah jagoan. Meski hanya jagoan dibalik tembok kantin sekolah.Dirumah aku tidak berani, bisa habis aku dimarahi emakku. Bisa panjang ocehannya membahana tentang dampak buruk merokok bagi kesehatan tubuh dan dompet, belum lagi kesehatan anak , istri, tetanga yang turut menghirup asap dari orang yang merokok. Bisa bisa diceramahinya aku tentang dampak buruk rokok bagi lingkungan hidup, pencemaran dan semua racun racun rokok bagi tubuh.
Kalau dulu asap rokok bagai knalpot, sekarang asap rokoklah yang setia menemani, saat menunggu klien yang tidak tepat waktu, saat menunggu bus yang jadwalnya tidak menentu, saat macet yang menguras kesabaran, atau hanya sekedar nongkrong di WC, ah  nikmatnya.Â
Mamakku sekarang tidak bisa lagi marah, karena aku  sudah tidak minta lagi uang jajan padanya , aku membeli rokok atas uang hasil jerih payahku sendiri. Meski ceramah wajibnya masih rajin berkumandang, tentang bahaya rokok bagi kesehatan, bagi lingkungan, bagi orang orang didekatku, namun apa daya asap rokok sudah merasuk dalam darahku, menyatu dalam nadiku, dan menjadi bagian dalam hidupku.
Sering Mamakku bertanya, apa enaknya merokok ?
Merokok membuang buang uang. Coba kau tabung uangmu, sudah bisa beli apa kau sekarang, begitu celotehnya sering kali membuatku tersenyum simpul.
Apa enaknya merokok ? Bagaimana kujawab, enaknya merokok, bagi orang yang tidak pernah merokok? rasanya seperti menjelaskan enaknya rasa duren, bagi orang yang tidak suka duren, tidak ada hasilnya, hanya debat kusir, dan ujung ujungnya hanya, ya biarkan saja mamakku dengan gaya hidup sehatnya, dan aku dengan nikmatnya satu dua batang rokok sehabis makan, atau saat bengong di beranda rumah.
Soal polusi, satu dua batang rokok, polusinya bisa macam apa sih Mak, begitu gumanku, Â Masih lebih banyak asap sumber polusi yang merusak alam ini, seperti pembakaran hutan secara liar oleh orang orang serakah tak punya otak, Â atau asap knalpot dari mobil bekas yang tidak pernah cukup diservis. Tapi tentu itu semua , cukup ku jawab dalam hati saja. Nanti aku dibilang anak durhaka yang berani melawan orang tua lagi, bisa cilaka anakmu ini mak, kalau sampai kau kutuk aku jadi ganteng. Hahaahahaha.
Lalu efektif upaya pemerintah , saat menaruh gambar horor pada bungkus bungkus  rokok yang akan dijual ?