Mohon tunggu...
Sosbud

Banda Aceh Incaran Para "Burung Pantai"

16 Desember 2016   07:49 Diperbarui: 16 Desember 2016   08:34 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Banda Aceh adalah salah satu kota yang berada di Aceh dan menjadi ibukota Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh juga merupakan kota yang berlandaskan Islam yang paling tua di Asia Tenggara, di mana Kota Banda Aceh merupakan ibukota dari Kesultanan Aceh. (Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banda_Aceh)

Dengan luas wilayah 61,36 km2 dan sumber daya manusia yang memadai, Banda Aceh bisa menampung banyak sekali aspek yang dapat membangun daerahnya sendiri maupun daerah di sekitarnya. Adapun aspek tersebut antara lain aspek ekonomi, transportasi, komunikasi dan sebagainya. Dikarenakan oleh beberapa aspek tersebut, banyak sekali masyarakat yang ingin bermigrasi ke Banda Aceh untuk memperbaiki kualitas ekonomi dan tak sedikit pula masyarakat yang merantau ke kota tersebut untuk menimba ilmu. Tak hanya itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Banda Aceh merupakan pusat administratif pemerintahan Provinsi Aceh, dan pusat berbagai kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan di Aceh. Adanya berbagai pusat kegiatan dan fasilitas-fasilitas tersebut menjadi penarik minat migrasi masyarakat terutama dari daerah kabupaten/kota di luar Banda Aceh.

Hampir sama namun tak sejenis pada kasus segerombol Burung Pantai yang bermigrasi untuk mencari tempat yang dirasa nyaman dikala tempat asalnya sedang dilanda musim dingin, begitulah masyarakat saat ini pula, berusaha menemukan tempat nyaman untuk hidup dan bertempat tinggal serta mencari alat maupun cara untuk menopang hidupnya tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat (negara dan sebagainya) ke tempat (negara dan sebagainya) lain untuk menetap. Dengan kata lain migrasi juga bisa diartikan sebagai suatu dinamika perpindahan penduduk yang umumnya didorong oleh faktor ekonomi daerah asal yang kurang memadai dan ingin mencari penghidupan yang layak. Kelayakan yang dimaksud bisa diartikan dalam lingkup ekonomi, pendidikan, komunikasi dan lain-lain.

Sebagaimana dikemukakan Munir (2013:137), adapun faktor yang menyebabkan bermigrasi (push factors) seperti; (a) makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan, seperti menurunnya daya dukung lingkungan dan permintaan atas barang-barang tertentu; (b) menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal; (c) adanya tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku; (d) alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan, dan; (e) bencana alam. Sedangkan faktor-faktor penarik (pull factors) yang menyebabkan penduduk migrasi antara lain; (a) harapan memperbaiki kehidupan; (b) kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik; (c) keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan; (d) adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan atau pusat kebudayaan.

Pada tahun 2014 tercatat oleh BPS jumlah penduduk kota Banda Aceh sebanyak 249.499 jiwa. Dan pada tahun 2015 diperkirakan jumlah penduduk kota Banda Aceh mencapai 257.920 jiwa. Hal ini menandakan kepadatan penduduk di kota Banda Aceh semakin tinggi, disebabkan oleh tingginya angka kelahiran, dan pastinya pula karena tingginya minat masyarakat untuk bermigrasi ke kota Banda Aceh. Dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk ini, bisa dipastikan banyak pula masalah baru yang akan bermunculan di Ibukota Provinsi Aceh ini sendiri, seperti sempitnya lahan permukiman dan pertanian serta  meningkatnya volume kendaraan bermotor.

Namun, dibalik beberapa masalah yang telah disebutkan, Pemerintah Aceh sendiri sudah mengambil tindakan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Terhitung pada tanggal 2 Mei 2016 yang lalu, pemerintah sudah meresmikan Bus Trans Kutaraja untuk bisa beroperasi. Yang mana bus ini ditujukan bagi masyarakat agar bisa meminimalisir penggunaan kendaraan bermotor. Sebagai langkah awal agar bus ini menarik simpati para masyarakat Banda Aceh, pemerintah membebaskan biaya administrasi bus bagi semua kalangan direncanakan selama setahun penuh. Setelahnya Bus Trans Kutaraja mulai berbayar sebesar Rp.1 untuk kalangan pelajar dan mahasiswa serta Rp.2 untuk penumpang kategori umum, transaksi pembayaran bisa dilakukan melalui Brizzi atau e-money(uang elektronik) yang digesek pada mesin e-money yang terdapat di dalam bus.

Selain hal yang telah disebutkan di atas, untuk mengurangi volume kendaraan di jalan raya, Pemerintah Kota Banda Aceh juga sedang menjalankan proyek pembangunan jalan layang (fly over) yang berawal dari Simpang Surabaya menuju Jalan Lamnyong. Pelebaran jalan disepanjang Jalan Lamnyong juga dilakukan diakibatkan oleh adanya pembangunan fly over ini pula. Selain mega proyek fly over sedang dalam proses pengerjaan, Pemerintah juga akan membangun jalan bawah tanah (under pass) di Simpang Beurawe. Pelebaran jalan dan under pass ini merupakan mega proyek yang sepaket dengan fly over di Simpang Surabaya itu sendiri.  Proyek ini dimulai sejak tahun 2015 dan ditargetkan rampung pada tahun 2017 mendatang.  Proyek fly over dan under pass di Simpang Surabaya ini dikerjakan menggunakan sistem multiyears dengan nilai kontrak sekitar Rp 250 Miliar (sumber:www.bappeda.acehprov.go.id). Walaupun sebenarnya banyak sekali timbul pro dan kontra terhadap proyek ini karena dianggap mengganggu kenyamanan lingkungan, tetapi pembangunan ini tetap dilanjutkan oleh pemerintah menimbang semakin padatnya volume kendaraan di jalan raya Kota Banda Aceh.

Bertolak dari masalah kepadatan volume kendaraan di jalan raya. Kota Banda Aceh yang merupakan destinasi migrasi utama para rantauan Aceh juga tidak teralu berdampak buruk. Dikarenakan apabila berbicara tentang konsep wilayah fungsional, Banda Aceh lah yang menjadi titik pusat yang akan menghubungkan wilayah-wilayah yang sekiranya lemah akan aspek ekonomi, pendidikan, komunikasi dll. Wilayah Fungsional adalah sebuah wilayah yang terhubung karena adanya suatu kegiatan ekonomi, transportasi dan komunikasi dari titik pusat wilayah tersebut. Maka dengan adanya hubungan antar daerah dengan titik pusat, kebutuhan penduduk perdesaan jadi dapat terpenuhi.

Dari berbagai permasalahan yang muncul serta antisipasi yang telah dikerahkan oleh pemerintah. Semoga dapat membangun Kota Banda Aceh menjadi lebih baik, maju dan berkembang serta masih dalam konteks kota yang berwawasan islami.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun