Mohon tunggu...
Kamilah Husna
Kamilah Husna Mohon Tunggu... Lainnya - Welcome!!

This is my platform!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menciptakan Kampus Hijau di Era New Normal dalam Merdeka Belajar

15 Mei 2022   13:31 Diperbarui: 15 Mei 2022   13:38 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Kamilah Husna (Kab. Bogor) - Mahasiswi Program Studi Akuntansi S1 Universitas Pamulang  

Kampus menjadi lingkungan pertama dan utama dalam penerapan merdeka belajar yang sedang digaungkan oleh pemerintah Indonesia saat ini. Sehingga penting rasanya jika kampus menjadi agen perubahan yang berperan dalam menciptakan tempat nyaman, bersih, teduh, sejuk, indah dan sehat bagi semua orang yang melakukan aktivitasnya di kampus. 

Menurut Susilo (dalam Sumarmi, 2008:2) "Sekolah Hijau adalah sekolah yang memiliki kebijakan positif dalam pendidikan lingkungan hidup, artinya dalam segala aspek kegiatannya mempertimbangkan aspek lingkungan." Sekolah hijau di mana sekolah tersebut menanamkan sikap kepada peserta didiknya untuk menanamkan nilai-nilai lingkungan hidup dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber pembelajaran. "Secara konseptual Sekolah Hijau (greening school) dapat diartikan sebagai program pendidikan yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan sikap dan perilaku konstruktif pada diri siswa, guru, dan kepala sekolah terhadap permasalahan lingkungan yang ada di sekolah dan sekitarnya" (Handoyo, 2002). 

Dari penuturan ahli di atas, dapat dipahami bahwa dengan terciptanya Kampus Hijau dapat meningkatkan tumbuh kembang sikap dan perilaku konstruktif terhadap permasalahan lingkungan sekitar. Selain dapat meningkatkan tumbuh kembang sikap dan perilaku konstruktif, konsep Kampus Hijau pun diharapkan dapat menghasilkan masyarakat kampus yang menjalankan pola hidup sehat dan bersih. 

Pada tahun 2013 lalu, pemerintah sudah menetapkan lima perguruan tinggi negeri sebagai kampus percontohan untuk pelaksanaan program Kampus Hijau, yaitu Universitas Pattimura Ambon, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Cendrawasih Jayapura dan Universitas Diponegoro Semarang. Tujuan pelaksanaan kampus hijau ini adalah untuk mengintegrasikan tridarma perguruan tinggi dalam melestarikan dan melindungi lingkungan hidup. "Mengingat universitas memiliki peran untuk menciptakan pengetahuan, mengintegrasikan pendidikan yang berkelanjutan dan program penelitian, serta mempromosikan isu-isu lingkungan ke masyarakat" (Larsen et al., 2013).

Ditjen Dikti menjelaskan, "Konsep Kampus Hijau adalah kampus yang menerapkan efisiensi energi yang rendah emisi, konservasi sumber daya dan meningkatkan kualitas lingkungan dengan mendidik warganya untuk menjalankan pola hidup sehat". 

Seperti yang kita ketahui, beberapa waktu belakangan, hampir seluruh dunia termasuk Indonesia mengalami serangan pandemi Covid-19, yang melumpuhkan hampir seluruh aktivitas diberbagai bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Dimana hal ini mengakibatkan seluruh aktivitas harus dilakukan di dalam rumah, baik bekerja sampai belajar. Hal ini jugalah yang seharusnya menjadi faktor pemicu bagi para petinggi kampus untuk sadar bahwa selama ini mahasiswa melakukan seluruh kegiatan belajarnya di rumah yang mengakibatkan mahasiswa tidak dapat menerima kualitas pembelajaran yang sama dengan kualitas yang diterima ketika belajar di kampus yang mengusung konsep Kampus Hijau. 

Melihat kondisi pandemi yang saat ini yang sudah mulai membaik dan berangsur normal, maka aktivitas-aktivitas yang semula lumpuh kini mulai perlahan berjalan normal kembali, termasuk aktivitas pendidikan. Disinilah kampus diminta untuk kembali menciptakan Kampus Hijau bagi para civitas akademikanya, terutama mahasiswanya agar dapat menerima fasilitas belajar yang memiliki tempat yang nyaman, bersih, hijau, sejuk, indah dan sehat. 

Beberapa indikator terciptanya Kampus Hijau menurut Ditjen Dikti, antara lain kebijakan pengelolaan kampus yang berorientasi pada pengelolaan lingkungan; adanya upaya penghematan air, kertas dan listrik; adanya penghijauan untuk mencapai proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ideal; ketersediaan bangunan atau konstruksi yang ramah lingkungan; menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan; menciptakan kampus bebas asap rokok dan polusi; melaksanakan pendidikan lingkungan bagi mahasiswa; serta adanya kepedulian dan keterlibatan seluruh elemen universitas masyarakat dalam budaya perlindungan lingkungan. 

Tentunya dibutuhnya tindakan nyata untuk mencapai indikator-indikator Kampus Hijau tersebut, agar tidak hanya menjadi sebuah teori belaka. Sehingga, dengan pencapaian indikator Kampus Hijau sesuai arahan Ditjen Dikti di atas, diharapkan di era new normal ini mahasiswa dapat meningkatkan tumbuh kembang sikap dan perilaku konstruktif terhadap permasalahan lingkungan sekitar sekaligus menjalankan pola hidup sehat dan bersih. 

Menurut Ravesteyn et al. (2014) "Penerapan Kampus Hijau akan terwujud apabila terdapat kerja sama antara pelaku terkait (mahasiswa, dosen dan para pemangku kepentingan eksternal) atau dengan kata lain upaya berkelanjutan bukan hanya top down atau bottom-up saja, tapi harus dilakukan oleh organisasi 'middle' (yaitu staf dan mahasiswa) dengan dukungan manajemen yang kuat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun