Kasus terkait pelecehan seksual tidak pernah ada habisnya, dan bahkan motifnya bervariasi. Beberapa motif yang sering muncul diantaranya adalah dominasi kekuasaan, di mana pelaku sering memanfaatkan posisi maupun kekuatannya untuk untuk mengontrol korban baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Korban juga seringkali dipandang sebagai objek semata tanpa mempertimbangkan perasaan atau hak-hak nya sebagai seorang manusia. Tidak hanya itu, cara yang dilakukan oleh pelaku juga semakin kompleks, mulai dari pelecehan fisik seperti menyentuh tanpa izin, pelecehan verbal berupa komentar atau lelucon yang merendahkan, hingga pelecehan berbasis teknologi, seperti pengiriman konten seksual tanpa persetujuan atau penyebaran foto pribadi.
Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja termasuk di tempat umum, adapun kasus yang akan dibahas adalah pelecehan seksual saat medical check up. Peristiwa yang terjadi pada hari Sabtu, 31 Agustus 2024, di Balikpapan ini melibatkan seorang dokter berinisial FT di salah satu klinik. Adapun korban adalah seorang pasien perempuan. Kasus pelecehan seksual tersebut jadi sorotan usai video saat pelaku digeruduk sejumlah orang viral di media sosial pada Selasa, 3 September 2024. Informasi dihimpun VIVA dari berbagai sumber Kamis, 5 September 2024, kejadian ini bermula saat korban melakukan pemeriksaan menyeluruh di klinik tempat pelaku praktek sekitar pukul 10.00 WITA. Kepada korban, pelaku mengatakan, melepas pakaian merupakan prosedur saat melakukan MCU. Korban pun melakukan perintah tersebut. Salah satu teman dekat korban yang meminta dirahasiakan identitasnya mengatakan, ketika pemeriksaan dimulai, stetoskop justru diarahkan bukan ke area jantung melainkan ke area sensitif korban. “Saat itu pelaku sempat menyentuh payudara korban,” ungkap narasumber kepada wartawan, Rabu 4 September 2024. Meski merasa tidak nyaman dengan perlakuan tersebut, saat itu korban beranggapan itu masih bagian dari prosedur pemeriksaan. Tidak berhenti di situ, pelaku kemudian menurunkan celana korban dan menyentuh area perut.
Setelah selesai, korban yang merasa janggal dengan pemeriksaan tersebut langsung mencari tahu benar atau tidak prosedur yang dilakukan pelaku. Saat bertanya kepada petugas administrasi klinik, korban baru mengetahui bahwa sejumlah tindakan yang dilakukan pelaku bukan prosedur dalam pemeriksaan MCU. Kejadian ini tentu membuat korban syok dan marah. Bersama rekan-rekannya korban kemudian mendatangi pelaku untuk meminta penjelasan. Saat itu pelaku sempat mengelak hingga bersumpah atas nama Tuhan. Kendati demikian, korban bersama rekan-rekannya langsung membawa pelaku ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Balikpapan pada hari yang sama. Kasi Humas Polresta Balikpapan, Ipda Sangidun mengatakan saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Beliau akan menyampaikan informasi lebih lanjut setelah proses selesai.
Pelecehan seksual yang dilakukan oleh FT merupakan isu serius yang menggabungkan pelanggaran etika profesi sekaligus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Pelanggaran yang dilakukan tidak sesuai dengan nilai-nilai norma, standar, dan kode etik profesi yang ditetapkan. Ketika seorang dokter melakukan pelecehan seksual, mereka tidak hanya melanggar prinsip dasar ini tetapi juga prinsip non-maleficence, yaitu kewajiban untuk tidak menyebabkan bahaya pada pasien. Dampaknya, tidak hanya kesejahteraan fisik yang terganggu, tindakan pelecehan seksual ini dapat menciptakan trauma psikologis, depresi, dan gangguan kecemasan.
Kasus pelecehan seksual yang terjadi di sektor kesehatan adalah sebuah isu krusial yang memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak, seperti pemerintah, tenaga medis dan kesehatan, serta masyarakat. Pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan “Mengatur hak setiap individu untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pelayanan kesehatan”, telah dijelaskan bahwa adanya perlindungan signifikan terhadap hak asasi manusia dalam konteks kesehatan. Selain itu, pasal 9 UU HAM juga menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, yang mencakup hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan lingkungan hidup yang sehat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesehatan fisik dan mental diakui sebagai bagian integral dari hak asasi manusia.
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) mengharuskan para dokter untuk menghormati hak pasien mengharuskan para dokter untuk menghormati hak pasien, termasuk juga hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menghindari adanya penyalahgunaan termasuk terjadinya pelecehan seksual. Maka dari itu pasien wajib untuk mendapatkan Informed Consent sebelum melakukan tindakan medis, hal tersebut merupakan bagian dari etika yang juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan, penghormatan terhadap HAM dalam praktik medis adalah landasan utama dalam memberikan pelayanan yang beretika dan bermartabat. Dalam hal ini, negara memiliki peran penting untuk mendukung agar HAM pasien dalam pelayanan medis dapat terpenuhi dengan baik. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan layanan kesehatan bagi para korban pelecehan seksual, memberikan pendidikan dan pelatihan terhadap tenaga kesehatan, mengembangkan kebijakan yang melindungi HAM pasien, dan melakukan kampanye kepada publik terkait edukasi HAM agar tidak terjadi pelecehan seksual di bidang kesehatan.
Ditulis oleh Kelompok 1 ETM 10:
1.Alkeyra Desta Qinthara Madayun
2.Anisa Nurjanah
3.Friesty Vanya Damayanti