Mohon tunggu...
Kamellia Smith
Kamellia Smith Mohon Tunggu... -

Freelance journalist (http://kamellia-soenjoto.blogspot.com/)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Does Indonesia Need its Soeharto Back?

1 Oktober 2010   17:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Otak Chris pun berpikir.  Bagaimana caranya untuk mengatasi kekacauan ini.  Dalam pikirannya yang baru seumur jagung, lebih baik di-preman oleh satu orang (Caruso) daripada oleh banyak preman.  Chris pun berniat untuk mengembalikan kekuasaan Caruso.  Chris mendatangi Caruso, membujuknya untuk duel dengan Yao lagi.  Ia juga mendatangi Yao, memaksanya untuk pura-pura kalah, demi kebaikan bersama.  Caruso setuju, begitu juga dengan Yao.

Rencana berhasil.  Sekolah pun berjalan dengan kekuasaan hanya di tangan Caruso lagi.  Tonjokan mampir kembali di muka Chris.  Uang jajannya pun dipalak lagi oleh Caruso. Tapi Chris merasa lega.

Episode ini membuat saya tersenyum mikir, teringat letusan-letusan konflik di tanah air.  Indonesia pada zaman order baru berada di bawah kekuasaan seorang pemimpin tegas, Soeharto.  Sayangnya, sang pemimpin kebablasan tegasnya.

Saya masih ingat waktu SMA, saya memiliki teman yang baru kembali ke Indonesia setelah bersekolah di luar negeri. Saat kami sedang di angkot bersama, ia berbicara tentang Soeharto dan keluarganya, bahwa negara lain melihat Soeharto sebagai diktator dan koruptor.  Ia berbicara lantang tanpa risih dan khawatir didengar orang lain.

Sebaliknya, saya berkali-kali memintanya untuk merendahkan suaranya dan mengganti subjek pembicaraan.  Saya takut bahwa ada intel yang mendengar dan mungkin akan menculik kami.  Ia heran dengan ketakutan saya.  Sebaliknya, saya heran dengan gaya bicaranya yang bebas dari rasa takut.  Kini, saya tidak percaya bahwa saya pernah hidup di bawah ketakutan semacam itu.

Ketakutan terhadap Soeharto tercermin pada ketakutan Chris dan sekolahnya terhadap Caruso.  Tidak ada yang berani berbuat macam-macam.  Letupan-letupan tersembunyi rapat di bawah karpet.

Saat Soeharto tidak berkuasa lagi, karpet seperti terkibas tinggi.  Konflik bermunculan di mana-mana.  Dimulai dari konflik berlatar belakang agama di Ambon, hingga yang terbaru:  konflik Ahmadiyah, konflik yang dipicu FPI, kerusuhan di Ampera-Jakarta dan konflik antar suku di Tarakan-Kalimantan.  Banyak orang merasa lebih berkuasa dari lainnya, merasa berhak menindas atas nama suku, agama, atau bahkan untuk sebuah ego.

Sebagian orang mulai berpikir bahwa hidup di bawah pemerintahan zaman Soeharto adalah lebih baik.  Walaupun ia diktator, tapi (paling tidak) aman dari ‘diktator-diktator’ lainnya.  Mirip pemikiran Chris akan Caruso.  Apalagi Tommy Soeharto kini kabarnya sedang siap-siap menjadi pengganti sang ayah.  Dan, jika banyak warga Indonesia yang berpikiran seperti Chris, bukan tidak mungkin, Tommy bisa terpilih menjadi presiden.

Kita semua pasti setuju bahwa untuk selamat dan aman bukan berarti harus berlindung di bawah pemimpin bertangan besi.  Sangat miris kalau untuk hidup damai ditentukan oleh dua pilihan saja: hidup dengan satu penindas atau banyak penindas.  Yang kita mau adalah tidak ditindas, oleh siapapun.  Siapa yang berani menindas, akan diadili.  Sehingga orang-orang biasa seperti Chris (termasuk saya) dapat hidup dengan tenang tanpa rasa takut.  Tapi apakah mungkin?  Well, kalau ada sekolah yang bisa bebas dari jagoan macam Caruso, seharusnya ada juga negara yang bisa bebas “preman”.

- Kamellia Soenjoto Smith-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun