Banda Aceh - Kampanye internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang setiap tahun dilaksanakan mulai 25 November hingga 10 Desember menjadi momentum penting untuk melakukan advokasi hak korban kekerasan seksual.
Hal itu disampaikan dalam Webinar Peringatan 16 HAKTP dan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional 2022 dengan tema "Stop Violence Againts Women, Gen Z Mission", Sabtu, 10 Desember 2022 via zoom meeting. Kegiatan tersebut hasil kolaborasi Flower Aceh dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Industri (HMTI) Universitas Syiah Kuala (USK).
Program Officer Flower Aceh, Puteri Handika, mengatakan saat ini masih banyak korban kekerasan seksual yang belum sepenuhnya mendapat perlindungan dan pemulihan. Untuk itu, peringatan 16 HAKTP menjadi momentum penting untuk mengadvokasi hak korban kekerasan seksual.
"Setiap harinya kita juga terus mendengar dan membaca berita terkait kasus kekerasan seksual, adapun berita yang sangat menyesakkan dada dan pilu yaitu seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri yang seharusnya menjadi role model untuk anaknya akan tetapi menjadi ancaman untuk anak," kata Puteri.
Kemudian, lanjutnya, yang sangat disayangkan hukum yang sudah ada belum mampu untuk melindungi hak korban. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menyurakan hak korban dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Melalui kegiatan ini kami mengajak teman-teman untuk menyuarakan hak korban  dan mengedukasi masyarakat terkait upaya pencegahan and penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak serta mari kita dukung upaya revisi Qanun Jinayah agar lebih berpihak pada korban dan memenuhi hak dasar korban sehingga korban bisa mendapatkan keadilan," tegas Puteri.
Ketua Umum HMTI USK, Mursalin, menyampaikan kekerasan seksual dulu merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan, dengan maraknya kasus kekerasan seksual belakangan ini, hari ini banyak forum-forum diskusi dan dialog untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi terhadap kekerasan seksual.
"Melalui webinar ini diharapkan dapat mengedukasi kaum muda tentang pemahaman kekerasan seksual juga HAM," harap Mursalin.
"Kita harus saling bersinergi dan bekerjasama antara mahasiswa, pemuda, orang tua, pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh unsur masyarakat untuk sama-sama mengawal isu kekerasan seksual dan mencari solusi yang terbaik," tambahnya.
Sekolah HAM Perempuan Flower Aceh, Gebrina Rezeki, menyebutkan berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang terlapor di instansi tersebut terus meningkat setiap tahunnya.