Khairani menilai, perencanaan yang selama ini hanya melibatkan pihak internal kurang efektif tanpa mendengar masukan dari pihak lain. Maka dari itu, pihaknya mengundang kurang lebih 40 peserta yang berasal dari unsur pemerintah, legislatif, CSO/LSM, para tokoh adat, agama serta tokoh perempuan akar rumput.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Nora Idah Nita, kegiatan seperti ini merupakan kegiatan yang luar biasa. Menurutnya, hak perempuan harus di suarakan dan banyak kasus seperti kekerasan seksual yang terus terjadi.
*Untuk kasus kekerasan seksual, saya koordinasi dengan DP3A, saya bilang jika kita tidak kompak maka tidak terwujud, maka kita harus kompak, yang saya upayakan dan tegaskan bentuk pencegahan," ucap Nora.
Nora menyampaikan problem yang dihadapi saat ini tidak ada perempuan yang duduk dibagian anggaran di DPRA. Nora berupaya untuk mendorong adanya anggaran di DP3A terkait isu kekerasan seksual sehingga dapat di anggarkan.
Nora sangat mengapresiasi Flower Aceh yang membuat acara konsultasi multipihak seperti ini di Aceh. Sebagaimana diketahui Aceh semakin tinggi angka pelecehan seksual. Menurutnya, Flower Aceh mengambil langkah yang tepat dengan mengikutsertakan berbagai pihak sebelum menyusun perencanaan.
"Ini sangat memprihatinkan, oleh karenanya saya berharap kepada semua stakeholder termasuk Flower Aceh memperjuangkan upaya pencegahan terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual. Tentunya DP3A juga harus pro aktif dalam hal ini," ucap Nora.
Kabid Pemenuhan Hak Anak DP3A Aceh, Amrina Habibi, mengatakan sudah mengenal Flower Aceh mulai tahun 2000
Flower Aceh menjadi rumah besar untuk membuat kita berkembang. Kemudian, yang paling menarik adalah dalam pola relasi antara perempuan dan pemerintah, flower bisa masuk dengan setara dan bisa membuat dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Flower juga menurut saya membuka ruang agar perempuan dan anak untuk berani bicara. Saya harap flower bisa membantu jika dalam hal ada yang meminta data, dan yang terakhir adalah walaupun mulai banyak laki-laki yang bergabung namun hal ini harus membuat isu-isu yang menjadi isu flower dari awal tidak berubah," tutur Amrina.
Direktur Eksekutif Forum LSM Aceh, Sudirman, mengatakan Flower Aceh merupakan satu-satunya lembaga yang paling stabil dan paling konsisten terhadap isu yang di suarakan. Hal ini juga membuat kontribusi dari advokasi flower sangat berpengaruh di
Aceh.
"Tantangan terbesar di Aceh dalam mengadvokasi adalah masalah agama. Agama seharusnya menjadi kekuatan dalam kesetaraan gender," jelasnya.
Direktur Eksekutif Flower Aceh periode 2022-2016 Riswati, menyampaikan terima kasih dan berkomitmen untuk melanjutkan kerja-kerja kelembagaan Flower Aceh dalam upaya mewujudkan perlindungan, pemberdayaan, pemenuhan dan pemajuan hak asasi perempuan di Aceh  termasuk anak.