"Sehari biasa ada 3 sampai 5 orang yang menambal ban. Penghasilan perhari kisaran Rp50-70 ribu. Tapi itu tidak menentu, kadang ada hari ini, tidak ada hari esok," cerita Abdullah.
Abdullah hijrah ke Banda Aceh usai Tsunami Aceh tahun 2004. Ekonomi yang sulit membuatnya terpaksa meninggalkan istri dan delapan orang anak di kampung. Saat ini, kata Abdullah, kedelapan anaknya bersama istri masih tinggal di kampungnya, di Sigli.
"Keluarga masih ada, delapan orang anak. Saya biasa sebulan sekali pulang kampung," ungkap Abdullah dengan tatapan kosong, seakan sedang merindukan keluarganya.
Abdullah tak berharap yang muluk-muluk, cukup mensyukuri apa yang telah diberikan Allah. Meski memiliki penghasilan tak menentu, setidaknya masih diberikan rezeki yang halal oleh-Nya. "Makan tetap sehari tiga kali, kadang kalau lagi gak ada pelanggan harus irit-irit, untuk jaga-jaga," tutup Abdullah.
Matahari mulai gagah menyinari, pertanda siang, kesibukan mulai mengucur tak terkendali, pegawai bank BSI sekitar sudah rapi, bersiap beristirahat selama satu jam. Siswa-siswi SD, SMP dan SMA Methodist Banda Aceh berbondong-bondong berlari, menerobos jalan, guna mendapatkan es campur Afuk spesial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H