Mohon tunggu...
Kamaruddin
Kamaruddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengingat bersama dengan cara menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sinisme dan Sisi Cerdas Kehidupan Diogenes

22 Oktober 2021   08:41 Diperbarui: 22 Oktober 2021   09:04 3655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diogenes tinggal di dalam drum dan ditemani banyak anjing | Lukisan karya Jean-Leon Gerome (1860)

Ia pernah melakukan onani di tempat publik dengan tujuan menunjukkan pada masyarakat bahwa begitu sederhananya nafsu seks dapat dipenuhi.

Diogenes adalah seorang filsuf yang lahir di Kota Sinope (sekarang Sinope, masuk wilayah Turki modern) sekitar tahun 412 SM. Filsafatnya dinamai sinisme, dan pengikut filsafatnya ini disebut kaum sinis. Kata sinis berasal dari istilah Yunani kyon yang berarti 'anjing'.

Diogenes berpendapat bahwa penguasaan diri dengan memenuhi kebutuhan diri sesederhana mungkin akan mengarahkan pada kebahagiaan dan kemerdekaan. Dia menjalani hidup yang sangat sederhana, menghindari jebakan, dan kerumitan peradaban kehidupan untuk mencapai penguasaan diri.

Ajarannya ialah bahwa satu-satunya jalan untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan hidup sesuai dengan alam. Artinya, hidup hanya memenuhi kebutuhan yang sangat dasar untuk raga dengan peralatan sesederhana mungkin. Gaya hidup yang menggelandang ini membuat Diogenis dijuluki "si Anjing".

Filsafat ini mempunyai kelemahan pada nilai universal. Jika semua orang menerima gaya hidup Diogenes, runtuhlah ekonomi dan peradaban, dan sebagai konsekuensinya, runtuh pula filsafatnya karena peradaban tempat ia menggantungkan hidupnya dengan meminta-minta juga runtuh. Oleh karena itu, filsafatnya bersifat elitis, artinya tidak universal atau hanya dapat diikuti kelompok tertentu (gelandangan elite, gelandangan intelektual).

Filsafat utama Diogenes adalah keberadaan satu hal yang paling berharga, bukan keluarga, bukan teman, bukan materi, tetapi penguasaan terhadap diri (sesuatu yang tidak dapat dirampas orang lain, walaupun ada bencana atau penderitaan seberat apa pun). Prinsip ini memiliki pengaruh besar terhadap filsuf Stoa.

Sisi Cerdas Kehidupan Diogenes

Diogenes saat meminta Alexander Agung menghindar dari hadapannya karena dirinya sedang menghangatkan tubuh di bawah sinar matahari |medicroslavl.ru 
Diogenes saat meminta Alexander Agung menghindar dari hadapannya karena dirinya sedang menghangatkan tubuh di bawah sinar matahari |medicroslavl.ru 

Sungguh banyak kelucuan dari kehidupannya karena gayanya yang aneh. Berikut adalah beberapa kelucuan dari Diogenes.

  • Dia sering terlihat membawa lampu di siang hari. Ketika ditanya mengapa ia melakukan hal itu, Diogenes menjawab, "Sedang mencari orang jujur yang sulit ditemukan."

  • la selalu konsisten pada nilai-nilai yang diyakininya. Diogenes meyakini bahwa untuk berbahagia seseorang harus menguasai diri yang diimplementasikan dengan hidup sesederhana mungkin. la ingin dirinyalah yang paling sederhana hidupnya di antara seluruh masyarakat Athena. Suatu hari saat ia menyusuri pinggiran Kota Athena, ia melihat seorang anak gembala minum air kali dengan tangannya, tanpa cangkir atau mangkok. Saat itu juga Diogenes memecahkan satu-satunya mangkok kayu yang dimilikinya. Sejak saat itu ia selalu minum dengan tangan.

  • Di Akademi, Plato memberikan definisi manusia menurut Sokrates bahwa manusia adalah makhluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu. Keesokan harinya Diogenes membawa ayam yang digunduli semua bulunya, sambil berteriak di depan forum, "Perhatian! Saya sedang membawakan kalian seorang manusia!" Menyadari kesalahannya, para dosen Akademi menyempurnakan definisi yang disampaikan Sokrates dengan menambahkan, "... dengan kuku datar yang lebar." Tidak diceritakan apakah dia kemudian membawa monyet yang digunduli.

  • Dalam pengembaraannya ke Aegina, ia ditangkap oleh pembajak dan kemudian dijual sebagai budak di Kreta. Pembelinya bernama Xeniades dari Kota Korinthia. Setelah mengetahui masing-masing nama, terjadilah dialog, "Apa kemampuanmu wahai Diogenes sehingga aku dapat menentukan hargamu?" Diogenes menjawab, "Aku tidak punya kemampuan apa-apa selain mengelola manusia." Mendapat jawaban yang tidak biasa dari seorang budak, Xeniades bertanya, "Apa maksudmu mengelola manusia?" ia menjawab, "Aku hanya cocok untuk dibeli oleh orang yang memerlukan aku sebagai tuannya." Mendapat jawaban seperti itu Xeniades sadar bahwa orang itu bukan orang sembarangan dan akhirnya meminta Diogenes untuk menjadi guru bagi dua anak lelakinya.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
    Lihat Filsafat Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun