Mohon tunggu...
Kamaludin
Kamaludin Mohon Tunggu... Lainnya - Human right

Manusia batu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keadilan Gender dalam Moderasi Beragama

22 November 2020   23:21 Diperbarui: 10 November 2021   18:16 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gender dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat yang bersangkutan.

Istilah gender seringkali tumpang tindih dengan seks (jenis kelamin), padahal dua kata itu merujuk pada bentuk yang berbeda. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Contohnya jelas terlihat, seperti laki-laki memiliki penis, scrotum, memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur.

Alat-alat biologis tersebut tidak dapat dipertukarkan sehingga sering dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan dari Tuhan (nature), Sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, laki-laki itu kuat, rasional, perkasa. Sedangkan perempuan itu lembut, lebih berperasaan, dan keibuan. Ciri-ciri tersebut sebenarnya bisa dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan lebih berperasaan.

Demikian juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ini dapat terjadi dari waktu ke waktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat. Jaman dulu, di suatu tempat, perempuan bisa menjadi kepala suku, tapi sekarang di tempat yang sama, laki-laki yang menjadi kepala suku. Sementara di tempat lain justru sebaliknya. Artinya, segala hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, komunitas ke komunitas yang lain, dikenal dengan gender. Sedangkan Moderasi Beragama adalah proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku yang menyimpang yang tidak ada di ajarkan di dalam agama.

Persoalan gender seringkali menjadi isu yang sangat rasial di Indonesia, banyak ketimpangan-ketimpangan gender yang terjadi. Contohnya seperti pembatasan-pembatasan ruang gerak perempuan, mulai dari perempuan tidak boleh mendapat pendidikan yang tinggi, perempuan sebagai objek pemuas nafsu laki-laki. 

Dalam sebuah forum diskusi Webinar online yang diadakan oleh tim KKN Reguler Dari Rumah Angkatan 75 UIN Walisongo Semarang yang bertajuk Urgensi Keadilan Gender Dalam Moderasi Beragama. Salah satu narasumber yaitu Nur Hasyim dari Gender Vocal Poin PSGA UIN Walisongo semarang yang juga sebagai faounder Aliansi Laki-laki Menjelaskan "bahwa tidak ada moderasi beragama tanpa keadilan gender". Iya juga menjelaskan bahwa patriarki adalah sebuah ekstremitas. Dimana struktur sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi paling atas dan menempatkan perempuan pada posisi pinggiran.

Menurut Khalis Mardiasih salah satu narasumber, bahwa keadilan Gender dalam moderasi beragama sangat minim. Mulai dari pandangan seseorang terhadap cara berpakaian. Iya mencontohkan wanita. Dindonesia masih banyak sekali masyarakat yang memandang perempuan yang tidak menggunakan jilbab adalah wanita yang tidak baik. Namun faktanya di lapangan banyak juga yang berjilbab tapi akhlaknya buruk. Ini salah satu ketimpangan gender dalam moderasi beragama menurutnya. 

Dalam pemaparannya iya juga menyinggung mengenai sudut pandang agama dalam berpoligami di media sosial. Iya mengatakan saat ini sedang gencar promosi-promosi poligami yang berbau agama. Menurutnya tindakan ini bisa merugikan perempuan sebagai objek poligami.

Memang keadilan Gender dalam moderasi beragama sangat perlu ditingkatkan, karena masih banyak kalangan yang salah dalam menafsirkan gender menurut agama. Contohnya seperti pandangan agama yang mengatakan wanita yang tidak bisa hamil boleh di talak atau di poligami. Sebenarnya hal ini bisa diatasi jika para pihak bisa menyikapi lebih bijak terhadap pandangan tersebut. 

Oleh KAMALUDIN

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun