Mohon tunggu...
Kamalina Vika
Kamalina Vika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa yang meminati topik sains

Saya adalah seseorang yang selalu tertarik belajar hal baru dan menceritakan ilmu tersebut kepada orang lain sambil mengasah keterampilan saya dalam berbicara dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kunang - kunang dan Kelapa Sawit

26 Januari 2025   08:33 Diperbarui: 26 Januari 2025   08:33 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Apakah Anda pernah melihat kunang-kunang? Sayangnya, saya belum pernah. Berdasarkan apa yang saya dengar dan baca, kunang-kunang adalah serangga yang mengeluarkan cahaya indah di malam hari. Seperti halnya kupu-kupu, keberadaannya menunjukkan bahwa lokasi di mana dia berada adalah lokasi yang berudara segar, tanpa polusi. Mungkin karena saya hidup di perkotaan, habitat kunang-kunang sudah nyaris tidak ada. Para ahli mengatakan bahwa polusi udara dan pemukiman padat penduduk telah menyebabkan keberadaan kunang-kunang dalam ambang kepunahan.  
Informasi yang menarik datang dari Taman Nasional Pegunungan Great Smoky di Tennessee, Amerika Serikat. Pada musim panas setiap bulan Mei-Juni, banyak turis mendatangi kawasan alam liar yang dilindungi ini untuk menonton pertunjukan alam spektakuler di mana ribuan kunang-kunang "menari" dalam gerakan yang lincah. Spesies yang ada di sini adalah salah satu dari 2000 jenis spesies kunang-kunang yang ada di dunia. Yang istimewa, spesies berjenis Photinus carolinus ini bisa menari secara sinkron, artinya bergerak secara bersama-sama dalam waktu yang sama. Kebanyakan spesies kunang-kunang yang lain, mereka bergerak dalam waktu yang sama namun tidak secara serasi.


Kunang-kunang jenis Photinus carolinus akan bersinar secara simultan selama 5 hingga 8 kedipan, lalu akan meredup ke arah gelap total selama beberapa detik. Pola menyala-mati ini terjadi secara berulang-ulang hingga menyerupai sebuah pertunjukan sinar di pertunjukan seni. Secara alami, pola ini diperkirakan sebagai bentuk pertahanan diri untuk menghindari para predator yang akan memangsa mereka.  Karena keindahannya ini, para turis tertarik untuk menonton secara langsung. Hal ini baik karena mendatangkan pemasukan bagi taman nasional. Namun dapat mengganggu habitat asli kunang-kunang yang kian terancam. Karena itu pemerintah menerapkan pembatasan kedatangan turis. Selama musim kunang-kunang, hanya sedikit mobil yang boleh memasuki wilayah tersebut dan setiap mobil hanya boleh berisi 1-7 orang saja. Secara umum, maksimal hanya 800 mobil yang boleh masuk dalam setahun. Mobil harus diparkir cukup jauh karena mereka sangat sensitif terhadap cahaya, termasuk cahaya dari lampu mobil, apalagi cahaya dari kilatan kamera atau telepon genggam. Sehingga terdapat peraturan ketat tentang larangan penggunaan lampu kamera dalam upaya merekam fenomena 'tarian' serangga kecil ini. Tiket juga diterapkan untuk memastikan tidak ada yang bisa masuk kawasan tanpa pendaftaran terlebih dahulu. 

Serunya, ternyata ada Konservasi Kunang-kunang di Gianyar, Bali. Di sana terdapat laboratorium untuk mempelajari siklus hidup kunang-kunang serta sarana belajar konservasi melalui beragam terarium yang tersedia. Kita bisa mendapat ilmu bahwa kunang-kunang bisa mengeluarkan cahaya karena proses bioluminesensi, yang artinya mereka mampu menghasilkan cahaya sendiri. Nyala itu berasal perut kunang-kunang. Cahaya itulah yang membuat orang tertarik dengan kunang-kunang. Sayang, seperti halnya di kota-kota besar, jumlah kunang-kunang pun telah jauh menyusut. Selain karena polusi dan hilangnya habitat, penggunaan pestisida di area persawahan dan lahan penduduk sekitar turut membawa dampak menyusutnya jumlah kupu-kupu di Indonesia.
Adapun di Pulau  Sumatera, ada tradisi untuk menjadikan kunang-kunang sebagai tontonan pada malam pergantian tahun di Pematang Damar, Muaro Jambi. Namun, konon kini kian sulit karena cahaya tidak seperti dulu lagi, terutama setelah hutan gambut Pematang Damar terbakar. Warga dan pemerintah berupaya memulihkan hutan lagi  sehingga habitat kunang-kunang dalam "hidup' kembali. 

Saya tidak tahu apakah masih ada kunang-kunang di Kalimantan, apalagi di sana sedang ada pembangunan masif untuk ibukota baru. Semoga warga yang ada di sana masih bisa menemukan fenomena kunang-kunang terbang karena idealnya masih ada banyak hutan. Tinggi harapan agar hutan-hutan di Indonesia tetap terus dipelihara dan tidak semuanya akan ditebang untuk menjadi ladang kelapa sawit agar habitat kunang-kunang bisa terus terlindungi dan saya serta generasi muda lainnya sempat untuk melihatnya secara langsung tanpa harus terbang ke Amerika Serikat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun