Beberapa tahun lalu, saat saya berlibur ke Bali, saya belum tahu adanya penerapan peraturan larangan penggunaan tas plastik. Sehingga saat saya membeli makanan dalam perjalanan ke Nusa Dua dari bandara, saya kaget karena harus membawa pesanan saya tanpa disediakan plastik. Ternyata, peraturan ini sudah diterapkan dari 2 Juli 2019 dan Jakarta menyusul setahun kemudian pada 1 Juli 2020. Â
Dalam perkembangannya, mulai 3 Februari 2025, pemerintah provinsi Bali akan memperkuat komitmennya dalam mengurangi penggunaan produk plastic dengan memberlakukan regulasi baru. Regulasi itu mencakup larangan penyediaan botol plastik pada berbagai kegiatan pemerintah, BUMD dan sekolah-sekolah. Upaya baik ini berupaya untuk mengatasi isu sampah plastik yang terus menggunung di sana hingga mencapai 829 ton per hari, sementara kurang dari 10%-nya dapat didaur ulang. Sedangkan hampir 15% dari total sampah plastik tersebut berakhir di sungai dan laut.  Tak heran, Bali pernah viral karena pantainya yang penuh dengan sampah. Bali menjadi antusias untuk membangun target agar bisa mengurangi  70% sampah plastiknya pada tahun 2050.Â
Upaya ini sangat baik dan perlu kita dukung. Menariknya, secara teknologi, pada tahun 2016, sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Shosuke Yoshida mengidentifikasi adanya bakteri yang mampu mengurai plastik secara alamiah. Mereka menemukan bakteri ini di dekat fasilitas daur ulang yang ada di kota Sakai, Jepang. Bakteri ini bernama 'Ideonella sakaiensis". Bakteri ini bisa menjadi idola yang membantu kita dalam mengatasi problematika sampah plastik.Â
Secara umum, plastik terbuat dari bahan dasar yang berasal dari turunan gas alam, minyak bumi atau biomassa. Secara spesifik, plastik sendiri ada beberapa jenis. Ada plastik termoplastik yang dapat dilelehkan dan dibentuk ulang berkali-kali. Ada plastik thermoset yang lebih padat sehingga tidak bisa dilelehkan ulang. Serta ada plastik biogradable yang memang dirancang dari awal untuk lebih mudah diurai di lingkungan. Adapun berdasar hasil penelitian tim Shosuke Yoshida, bakteri Ideonella sakaiensis teridentifikasi mampu membantu proses penguraian pastik termoplastik yang biasa terdapat pada jenis plastik PET, HDPE dan LDPE yang biasa untuk botol minuman dan tempat kemasan. Bakteri ini bisa menghasilkan enzim yang disebut PETase dan MHETase yang dapat memecah PET menjadi bagian-bagian kecil yang paling dasar sehingga lingkungan dapat mengurainya lebih mudah dan cepat.
Tentu penemuan bakteri ini sebuah berita yang sangat menyenangkan. Selain bakteri ini, ada juga jenis bakteri lain seperti pseudomonas putida yang diindikasi mampu mengurai produk plastik yang dalam bentuk busa, seperti gabus sintesis (styrofoam) dan termophilic bacteria. Â Dan semoga para ilmuwan baik di Jepang maupun bagian negara dunia manapun, dapat mengeksplorasi lebih lanjut agar bisa digunakan dalam menyelesaikan sampah dunia yang kini kian menguatirkan. Pada saat yang sama, kita sebagai sesama warga dunia, turut mendukung program pemerintah dan mengubah gaya hidup kita untuk lebih bijak dalam penggunaan plastik sehingga dapat berkontribusi mengurangi sampah plastik. Upaya pemerintah Bali dalam mengurangi plastik sampah menjadi bagian dari rangkaian panjang dan semoga bisa diimbangi juga dengan kebijakan daur ulang dengan mengoptimalisasikan teknologi dalam pelaksanaannya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI