Kajian Humanisme Marx (Muda) Marx Muda Berbeda dengan binatang manusia tidak dapat menggantungkan diri langsung dari alam. Manusia harus mengolah alam dulu sehingga dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Manusia adalah makhluk paradoksal; satu sisi manusia adalah bagian dari alam, di sisi lain manusia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing baginya. Maka, manusia bekerja. Pekerjaan adalah usaha untuk memanusiakan alam. Pekerjaan merupakan tanda bahwa manusia, berbeda dari binatang, merupakan makhluk yang bebas dan universal karena manusia tidak hanya melakukan apa yang menjadi kecondongannya. Manusia universal karena tidak terikat pada lingkungan alam. Di dalam pekerjaan manusia menyatakan diri. Manusia adalah hasil dari pekerjaannya sendiri. Segenap jati dirinya diobyektifkan melalui pekerjaannya. Seorang aktor akan benar-benar menjadi seorang aktor ketika dia tengah memainkan drama. Seorang penyair akan sungguh-sungguh menjadi penyair ketika dia menulis puisi. Hal yang sama juga berlaku bagi pekerjaan-pekerjaan yang lain. Pekerjaan mencerminkan hakikat manusia. Dan, dengan pekerjaan alam dimanusiakan; manusia mengubah alam. Lahan yang rimbun diubah dan diberi sentuhan artistik menjadi kebun yang indah. Hanya manusia yang mampu memberi nilai artistik, binatang tidak. Maka, di dalam pekerjaan itu seharusnya manusia merasa senang. Hal itu nampak ketika kita merasa puas dan bangga dengan pekerjaan yang telah kita selesaikan. Pekerjaan juga merupakan tanda bahwa manusia adalah makhluk sosial. Seorang penulis naskah membuat naskah drama. Naskah drama itu diintepretasikan oleh seorang sutradara. Sutradara membutuhkan kepiawaian para aktor untuk menerjemahkan intepretasinya terhadap naskah itu. Para aktor membutuhkan setting-man untuk menata panggung tempat mereka bermain drama. Dan, permainan drama mereka ditonton oleh khalayak ramai sebagai hiburan atau referensi. Para penonton mengapresiasi pertunjukkan drama tersebut sehingga para aktor, setting-man, sutradara, dan penulis naskah merasa diakui dan dibenarkan oleh orang lain. Penonton yang berbahagia membuat mereka merasa menjadi bagian yang berguna dari masyarakat. Pekerjaan membuat manusia berinteraksi satu sama lain. Manusia adalah makhluk sosial. Marx menolak individualisme dan kolektivisme (komunisme kasar). Dengan rangkaian pekerjaannya itulah manusia menyejarah. Karena di dalam pekerjaannya, manusia bersama-sama membangun suatu dunia di dalamnya manusia hidup, memanusiakan alam untuk kebutuhan-kebutuhannya, berinteraksi dengan sesama, dan membangun diri dari generasi ke generasi. Pekerjaan menjadi ikatan antar generasi. Seorang aktor di abad XXI memiliki ikatan dengan W.S. Rendra dan bahkan William Shakespeare oleh karena pekerjaan mereka di dunia drama. Sejarah bagi Marx merupakan sebuah dialektika. Namun, bukan dialektika roh sebagaimana Hegel, melainkan dialektika materialis. Sejarah bagi Marx adalah “Materialis Sejarah”. Kata “materialis” yang dipakai Marx sering disalah artikan sebagai “bahwa kenyataan terakhir alam semesta adalah materi”. Marx tidak pernah mempersoalkan hal itu. Maksud Marx dengan “Materialis Sejarah” adalah bahwa sejarah dibentuk dari pekerjaan jasmaniah (produksi) sebagai kegiatan dasar manusia dan pekerjaan manusia itulah yang nyata, bukan pemikirannya (dilawankan dengan Hegel). Alienasi Manusia Feurbach mengatakan bahwa manusia di dalam agama memproyeksikan diri dan menarik proyeksi itu hingga ke ujung-ujungnya untuk kemudian menyembahnya sebagai Tuhan; manusia mengasingkan diri di dalam agama. Namun, Marx mengkritik Feurbach bahwa dia tidak menjelaskan mengapa manusia sampai mengasingkan diri di dalam agama. Maka, Marx menjelaskan bahwa keterasingan diri manusia di dalam agama hanyalah merupakan simtom dari keterasingan yang lebih mendasar di dalam ekonomi dan produksi. Seharusnya manusia bahagia, gembira, dan mendapat kepuasan dengan pekerjaannya. Akan tetapi, di dalam sistem kapitalisme kenyataan justru sebaliknya. Pekerjaan itu telah menjadi pekerjaan paksa bagi manusia. Manusia bekerja bukan karena dia menikmati pekerjaannya, melainkan karena itulah satu-satunya hal yang dapat dia lakukan untuk menafkahi hidupnya. Manusia baru merasa senang ketika berhenti bekerja dan pulang ke rumah. Manusia telah terasing dari pekerjaannya, terasing dari realisasi dirinya. Pekerja terasing dari produknya (hasil pekerjaannya) karena begitu selesai dibuat, produk itu serta merta menjadi milik si pemilik pabrik. Pekerja terasing dari pekerjaannya karena dia tidak dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan hakikat dirinya. Pekerja terasing dari dirinya sendiri karena dia memperalat dirinya sendiri untuk menafkahi hidupnya. Untuk menghapus alienasi, Marx menolak segala macam moralisme. Keterasingan itu oleh karena mekanisme sistem hak milik pribadi atas alat-alat produksi dan oleh karena pertentangan antarkelas. Maka, untuk menghapus alienasi itu kita harus merombak sistem hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Namun, sistem hak milik itu ada seturut perkembangan sejarah manusia. Sejak awal mula, manusia mengenal sistem pembagian kerja. Dan, pembagian kerja inilah yang menciptakan kelas-kelas di dalam masyarakat. Agar masyarakat tanpa kelas dapat terwujud, Marx mensyaraktkan bahwa produksi harus berkembang sedemikian rupa sehingga pembagian pekerjaan tidak diperlukan dan bahwa harus berkebang suatu kelas masyarakat yang siap merombak sistem kapitalisme dan kemudian menciptakan masyarakat tanpa kelas. Revolusi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H