Mohon tunggu...
Kali Yuga
Kali Yuga Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

dari pinggir kali mahardhika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makna Persatuan Indonesia sebagai Sila ke-3 Pancasila

11 Desember 2019   16:24 Diperbarui: 16 Desember 2019   10:30 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah modal sebagai sebuah bangsa? Modalnya adalah adanya sebuah persatuan dalam sebuah identitas kebangsaan. Adanya identitas baru yang menyatukan dan sebagai bagian darinya merupakan syarat mutlak membentuk sebuah Bangsa. Untuk bisa bersatu adalah melebur banyak identitas yang ada ke identitas yang lebih besar. Selama ini jargon Sila ke 3 Persatuan Indonesia hanya disebut  sebagai hal penting bagi pondasi kebangsaan tapi tidak pernah dijabarkan secara sederhana konsep tersebut dan tahapan apa yang bisa dilakukan agar melebur dalam suatu konsep identitas.

Adanya identitas baru sudah pasti meniadakan identitas lainnya, seperti identitas suku, ras, wilayah, bahkan kepercayaan yang melekat sesuai di mana itu tumbuh. Lantas bagaimana mungkin bersatu apabila identitas individu ditiadakan, inikan sama saja otoriter dan diktator? Terus pertanyaannya adalah bagaimana bisa terwujudnya sebuah rasa kesatuan dalam identitas yang bernama sebuah bangsa baru yang kita sebut Indonesia?

Selama ini yang banyak disebutkan adalah karena sebuah perasaan senasib sepenanggungan sebagai bangsa terjajah, tetapi bagi saya itu sangatlah dangkal, perasaan senasib dan sepenanggungan hanya membentuk sebuah komunitas berdasarkan kesamaan takdir sejarah berupa sama-sama dijajah, tidak akan kuat membentuk sebuah rasa Persatuan Indonesia.

Bagi saya Persatuan itu terwujud dari kesamaam cita-cita untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa sebagai sebuah bentuk nyata kemanusiaan yang mengedepankan aspek keadilan dan adab dalam tingkah laku. Rasa bersatu akan muncul dengan sendirinya apabila kita berlaku adil dan beradab. Identitas baru ini justru mengayomi seluruh identitas lama masing-masing individu, karena Persatuan Indonesia ini mengutamakan kemanusian yang adil dan beradab. Macam-macam identitas akan menemukan tempatnya dan bersatu dalam bentuk saling menghargai dan menghormati. Kenapa begitu, karena nilai kemanusiaan yang utama diatas semua identitas individu tersebut. Kekerasan identitas akan luntur apabila berpegang pada nilai kemanusian yang adil dan beradab. 

Sebenarnya inilah yang sudah berlangsung semangat kemanusian yang adil dan beradab di Bangsa yang kita cintai bersama, Bangsa Indonesia. Inilah dimana rasa sopan santun bangsa kita, tepa selira, adab etika muncul, yang mewujud dalam masyarakat kita sejak dahulu.

Kemanusian yang adil dan beradab adalah satu kalimat utuh yang tidak bisa dipisahkan. Kemanusian tanpa keadilan akan meniadakan bentuk kemanusiaan lainnya berdasarkan sudut pandang kelompok yang memegang kendali. Keadilan tanpa adab akan membuat sebuah bentuk keadilan yang kaku. 

Persatuan Indonesia bukan sesederhana sekelompok suku bangsa yang mengikrarkan bentuk bangsa baru, atau sederhananya sebagai serikat suku bangsa, atau contohnya uni eropa atau amerika serikat. Bukan itu, Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika. Sebuah Persatuan dari sebuah kesadaran bahwa beraneka ragam hakikatnya adalah satu, karena kebenaran itu hanya satu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran, kebenaran bermanifestasi dalam keberagaman.

Jadi hakikatnya Persatuan Indonesia adalah Persatuan yang bermanifestasi dalam keberagaman, bukan sebaliknya keberagaman yang dijadikan satu. Ini konsep yang harus kita renungkan lagi, jangan sampai kita berfikir kita ini beda tapi disatukan, tapi Kesatuan Bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Inilah kekuatan kita!

Rwneka dhtu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan iwatatwa tunggal,
Bhinnka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun