Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... -

indonesia jaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maju Terus Fajar Belitung Timur

15 November 2014   13:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:46 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panglima Jakarta

Kemampuan menjadi Leadership bukanlah terlihat dari mana dia berasal. Suku, Golongan, Ras dan Agama (SARA) tidaklah menjadi acuan penilaian dalam sebuah kepemimpinan. Menejemen kerja yang saat ini mulai dibangun di DKI Jakarta memperlihatkan kepada semua mata bahwa seseorang mampu menjadi pemimpin masyarakat walaupun pemimpin tersebut berasal dari golongan minoritas.

Ir. Basuki Tcahya Purnama (Ahok) melalui Surat Menteri Dalam Negeri RI 121.31/44/OTDA dinyatakan sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta dengan sisa masa jabatan 2014-2017 dan kemudian per/tanggal 14 november 2014 ditetapkan secara resmi oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan sisi jabatan 2014-2017. Sebuah kebetulan pula, Ahok juga merupakan Kepala Daerah yang pertama dilantik setelah Ir. Jokowidodo menjadi Presiden RI.

Fenomena keadilan berbangsa dapat kita lihat bersama. Kesamaan drajat dalam sosial politik memberikan peluang yang berimbang pada semua orang untuk menjadi pemimpin. Ini merupakan news history dan memungkinkan menjadi inspirasi bahwa “Sebuah kebenaran datang dari mana saja dan melalui siapa saja, kebenaran bisa datang mulai dari yang bersorban sampai yang bermata sipit”. Ahok merupakan pemimpin yang tepat untuk mengurusi pejabat dan masyarakat Jakarta yang saat ini sudah pada tahap kronis. Walaupun masih ada kelompok/ golongan fanatik yang belum bisa menerimanya karena sebuah faktor tertentu.

Pemberitaan yang cukup mengikat empati, dari sisa-sisa sebuah existensi dan kecenderungan orang yang menganggap dirinya dan hanya kelompoknyalah yang paling benar (tidak pernah salah) kembali tumbuh subur dewasa ini. Tentunya hal ini merupakan sebuah penyakit, dan saat ini tengah berkembang di masyarakat kita. Ya..! penyakit nasionalisme yang disebut “Superioriti kompleks” penyakit ini tumbuh subur di Jerman pada zaman NAZI, di Amerika sebelum zaman Abraham Lincon, dan di Timur Tengan sebelum zaman Nabi Muhammad, terakhir di Indonesia muncul pada zaman kerajaan yang berakhir pada perpecahan.

Isu-isu sosial dan politik nasional dari hari kehari mulai memperlihatkan gejala-gejala serta kemungkinan-kemungkinan kita ke arah Virus tersebut. Ketika ikatan kedaerahan mulai kembali menguat, orang hanya bergaul dengan suatu RAS tertentu, terlebih pada sikap elitis dan invidualistik masyarakat kita menjadikan jurang tajam yang kembali mengancam persatuan kita.

Untuk mengobatinya kita harus melompat sejauh-jauhnya dari massa itu, kita harus menguburnya, lalu kemudian secara bertahap kita taburi butir-butir kebijakasanaan diatas hal itu semua. Memulai dari DKI Jakarta dan kemudian pada dearah lainnya, secara bijaksana dan arif kita harus mengakui serta menerima Ahok yang berasal dari golongan minoritas dan merupakan tamu di Ibu Kota untuk memimpin 10 juta penduduk Jakarta.

14160067081515955115
14160067081515955115

Kota Jakarta adalah kota percontohan dari kota-kota lain. Kota jakarta juga dapat dikatakan miniatur Indonesia dimana seluruh budaya nasional dan budaya asing melekat, berbaur, menciptakan suatu keharmonisan hidup yang penuh tenggang rasa. Tugas pribumi sebagai penduduk asli jakarta adalah menjaga irama tersebut dalam suatu tensi dinamika keselarasan dan romantika pergaulan persaudaraan.

Budaya kerja yang saat ini sedang di galakan di Jakarta menjadikan buah cibir positif dan menginsipari daerah-daerah untuk bekerja lebih keras dari jakarta. Proyek Kartu Jakarta Pintar (KJP) merupakan program yang menjalankan amanat Undang-undang dengan memfasilitasi wajib belajar 12 tahun dan juga memberikan bantuan uang kepada siswa yang kurang mampu. Pada tahun 2013 ada sekitar 410.767 siswa yang menikmati program ini. begitu pula dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang menfasilitasti semua warga DKI di kelas III rumah sakit di jakarta.

Percontohan daerah ini kemudian di nasionalkan oleh Presiden Jokowi melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan ditambahn dengan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Sebuah bukti prestasi dari kinerja pemimpin Jakarta yang walaupun belum sempurna. Namun dapat dicermati bahwa wawasan tentang “siapa yang memimpin” bukan menjadi persoalan, melainkan manfaat dari pemimpinlah yang di nantikan oleh masyarakat.

Lalu apa yang harus ditakutkan dari kepemimpinan Ahok sebagai kepala daerah..? sungguh aneh ketika ada seorang pimpinan anggota Dewan yang bernarasi di media tentang sebuah “Interpelasi”. Hal yang menjadikannya aneh adalah semua orang mengetahui interpelasi adalah hak dan tugas dari anggota dewan, tetapi mengapa bukannya melaksanakan tugas tersebut anggota dewan tersebut malah menampilkan teaterikalnya di media.

Track record seorang pemimpin memang di perlukan, namun tidak penting dari mana dia berasal. Jikalau perkataan saya “pemimpin yang bangkit dari liang kubur pun tidak masalah asalkan kepemimpinannya teruji jelas”. Memang kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan dari suku apa dan dari bentuk seperti apa, namun Tuhan Yang Maha Esa mengetahui dan meunjukan keadilian yang tidak ketahui. Jika kita menilai dari sudut agamis bahwa Dialah yang menitipkan suatu kelebihan pada diri seseorang dan Dia pulalah yang menggariskan seseorang menjadi pemimpin. Kegiatan pemilu dan sebutan lainnya hanya proses seremonial yang dapat di terima secara logika manusia.

Pemimpin dari Belitung timur itu kini sudah resmi menjadi Panglimanya Jakarta. Marilah kita berikan kesempatan untuknya bekerja. Memang kebiasaan dalam melakukan hal yang salah tidak mudah untuk hilang dengan sekejap mata, butuh proses untuk semenditasi pada garis-garis batas yang mengikat. Pada akhirnya butir-butir kebijaksanaan di punyai oleh setiap manusia, kita tinggal memilih apakah kita titipkan pada pemimpin apakah kita simpan untuk pemimpin lainnya.



Selamat bekerja Pak Ahok,

Maju terus pantang mundur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun