Tak ada yang berbeda dengan pagi itu. Hanya saja hari jumat (25/12) di pagi itu sedikit lebih basah dari biasanya, kicauan burung yang terdengar dari halamanku lebih merdu bunyinya. Seperti biasa aku meneguk kopi hangat itu, ya... ! sebagai ritual rutinku sebelum imaji dari fikiranku berkelana menapaki jejak-jejak yang tak terekam di bumi.
Sepintas aku mengingat beberapa wajah orang-orang yang ku sayangi. Aku mencoba berdialog dengan mereka, tapi entah mengapa saat itu mereka semua diam – seakan mereka tak sudi dalam sapaanku – namun, saat imaji ku hendak terbang ke waktu yang lain aku melihat sebuah wajah yang pernah menjadi semangat berjuangku. Itulah yang ingin ku ceritakan namanya “Joogres”, seorang wanita cantik keturunan sunda.
“kosentrasiku hampir buyar, namun aku sempatkan untuk merekam dan menangkap wajahnya” imaji pun berhenti disana.
***
Melalui ponsel genggam, aku menyapanya “aku menyapa lewat kata-kata dan dari hatiku”. Obrolan kita mengalir begitu lambat, bagai air yang ingin menerobos di sela bebatuan dari sungai yang terbendung. Namun aku menikmatinya. Untuk melepas rindu, kami membuat janji akan menghadiri sebuah resepsi pernikahan teman sekolah dulu yang jatuh pada hari itu.
“oh, Tuhan inikah jalanmu” tanyaku dengan hati senang. Sampai pada waktu yang kita sepakati aku menjemputnya dan menunggu di teras rumahnya. Aku tertegun dengan tatanan taman disana, saat mawar dipadukan dengan bunga lili, saat itulah ia mengeluarkan harum khas wanginya yang tak pernah aku kenali sebelumnya, ya saat itu aku sangat menikmatinya. Hinga aku dikagetkan oleh sesosok wanita berpakaian pink dengan sepatu merah yang menyapaku begitu lembut “hei, udah siap” “udah lama nunggu” tanya wanita itu.
“aku hanya mengangguk”.....
Hatiku berbicara: “joggres engkau adalah bagian dari keindahan dunia yang di ciptakan Tuhan Maha Indah” aku menatapnya dengan penuh takjub.
Sesampainya aku di resepsi pernikahan teman kami, obrolan kami lebih lancar dan terbuka. Kita berdua berusaha memahami dalam setiap kata-kata yang kita obrolkan. Tempat resepsi pernikahan itu begitu indah penuh dengan hiasan, di depannya terdapat sebuah greja yang sepi. Kemudian jogres berkata “habis gini kita natalan yuk” ungkapnya sambil tertawa. Aku heran ! padahal kita berdua beragama islam, aku tak tahu itu hanya bercanda atau keinginannya. Aku pun dengan sedikit bercanda mengiyakan ajakannya, dengan syarat bukanlah gereja yang di sana, aku maunya di gereja catredal yang tersohor dan terbesar di ibu kota.
“aku sengaja mengajaknya kesana karena ingin menunjukan kepadanya bahwa masyarakat kita mempunyai budaya sikap toleransi beragama yang cukup tinggi”