Mohon tunggu...
Dhimas Kaliwattu
Dhimas Kaliwattu Mohon Tunggu... -

indonesia jaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Maksud Baik Pak Menteri

19 Juni 2017   17:31 Diperbarui: 20 Juni 2017   13:45 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dalam keterangan pers pada wartawan

Sekolah di kota memiliki akses transportasi yang sudah memadai, sarana pra sarana sekolah yang mencukupi, serta orang tua yang memiliki kemampuan finansial. Itu tidak bisa dianggap sama dengan penyelenggaraan sekolah di pedalaman yang kondisinya mungkin bertolak belakang dengan wilayah perkotaan. Hal yang mungkin perlu diingat, Indonesia bukan sebatas Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan, dan kota besar lainnya. Indonesia memiliki 74.053 desa yang juga menyelengarakan pendidikan. Jadi rasanya tidak bisa melihat pendidikan hanya dari satu sudut pandang.

Jikalau kebijakan Full day School atau sekolah 8 jam sehari diterapkan secara nasional, akan ada 50 juta anak terdampak. Mungkinkah kebijakan ini telah mempertimbangkan dampak psikologis beban siswa. Adakah dilibatkannya dan terakomodirnya kepentingan siswa terkait hal ini. Jangan sampai kita hanya memaksakan keinginan orang dewasa tanpa melibatkan subjek yang bersangkutan.

Kiranya menarik yang dikatakan om Dandhy Dwi Laksono dalam sosial medianya, bahwa sistem pendidikan makin jauh menyeret anak-anak dalam bias kepentingan orang dewasa (pekerja industri). Anak-anak terus digiring sesuai kebutuhan pasar kerja. Rasanya sekolah bagaikan sebuah bengkel, dimana anak-anak dicetak masal untuk menjadi tenaga siap pakai, yang ujung-ujungnya mengokohkan kedudukan kapitalis dan kelas berkuasa. Memangnya pendidikan diselenggarakan untuk alat pembebasan atau alat penindasan. Lantas jika situasi seperti ini, wajiblah kita bertanya maksud baik saudara untuk siapa. Maksud baik saudara memihak yang mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun