"Ah males lah. Baperan lu."
Jadi, kemanakah budaya maaf itu pergi? Apakah budaya itu sudah punah atau saya yang belum menemukan situasi di mana sebuah lelucon yang kelewatan membutuhkan kata maaf? Kalau begini, sampai dimanakah sebuah lelucon dan perbuatan harus ditoleransi agar terucap kata maaf alih-alih kata baper?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!