Mohon tunggu...
Dialognol Ichwan Kalimasada
Dialognol Ichwan Kalimasada Mohon Tunggu... -

Ichwan Kalimasada. Semua yg nampak itu cermin & pertanda berulang-ulang dlm perubahan tp abadi karena realitas sejati hanya SATU. The One only love, the love only one. Salam Dialognol http://ichwankalimasada.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sri Mulyani Strategi Tiji Tibeh, Mati Siji Mati Kabeh Alias Toddopuli

24 Desember 2009   19:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 2306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_43107" align="alignleft" width="250" caption="menkeu sri mulyani"][/caption] Berdasarkan hasil audit BPK menghasilkan kesimpulan bahwa KSSK patut diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dalam proses bailout century dan yang bertanggungjawab untuk itu adalah sri mulyani dan boediono. Mungkin sri mulyani menyadari bahwa temuan BPK ini adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah, sehingga bentuk perlawanan yang dilakukan secara halus dengan berbagai cara untuk sampai pada pengakuan bukanlah sri mulyani yang bertanggung jawab sepenuhnya atas bailout century. Perlawanan pertama yang dilakukannya adalah menuding pansus century untuk menjegal dirinya dikarenakan Idrus Marham sebagai ketua pansus yang berasal dari FPG, ia mengkaitkan bahwa ical ketum Golkar tidak suka dengan dirinya. Strategi ini ternyata tidak mempan, malah menjadi bomerang bagi dirinya adanya pengakuan anggota pansus bambang susetyo FG yang memiliki transkrip rekaman pembicaraan via telpon antara sri mulyani dan Robert tantular. Merasa terdesak dengan itu akhirnya dia mengeluarkan jurus baru, dalam satu konfrensi pers di depkeu ia memutar video rekaman hasil rapat KSSK 20-21/11 untuk membuktikan bahwa Robert tantular tidak ada. Namun ini bukan inti informasi yang disampaikannya tetapi pengakuannya bahwa Ketua UKP3R Marsillam Simanjuntak hadir dalam rapat KSSK itu sebagai utusan presiden, dalam artian sby tahu persis atas persoalan ini. Dalam notulensi rapat KSSK pada 13 November 2008, misalnya seperti yang diterima pansus, menunjukkan bahwa menkeu sri mulyani sudah menginformasikan masalah ini kepada Presiden. Notulen itu juga disebutkan, berdasarkan informasi Ketua UKP3R Marsillam Simanjuntak, keputusan blanket guarantee tidak dapat dilakukan atas persetujuan wakil presiden. Marsillam sendiri hadir dalam rapat KSSK itu sebagai utusan presiden. Keterlibatan Marsillam dalam rapat juga tertuang dalam transkrip rapat konsultasi KSSK pada 21 November 2008. Hasil dari perlawanan ini, itulah seperti pengakuan boediono di depan pansus mengakui kebijakan dana talangan Bank Century Rp6,7 triliun sudah dilaporkan ke Presiden SBY dan sby bertanggung jawab untuk itu. Saat ini muncul strategi perlawanan baru sri mulyani, pengenaan pita atau ban bertuliskan huruf M di lengan pegawai depkeu dalam beberapa hari terakhir adalah salah satu dari politisasi ala sri mulyani. Sang menkeu memang belum pernah mengklarifikasi apakah dirinya yang memberikan perintah, langsung atau tidak langsung, kepada bawahannya di depkeu untuk mengenakan pita bertuliskan M di lengan mereka. Namun sikap diam dan pembiaran sri mulyani terhadap aksi ini dapatlah kita pandang sebagai bentuk persetujuan dirinya atas aksi tersebut. Sikap diam ini minimal sebuah restu. Padahal, bila tidak menginginkan pegawai Depkeu melibatkan diri terlalu dalam di tengah pusaran skandal Bank Century yang sedang diselidiki oleh dua lembaga tinggi negara, KPK dan DPR, dan bila ingin agar pegawai Depkeu fokus pada perkerjaan mereka, seharusnyalah memerintahkan pegawai Depkeu untuk menghentikan aksi itu. Tetapi sri mulyani memilih untuk mendiamkan dan membiarkan. Hal ini sebenarnya dapat dipahami karena ia mulai menikmati perlindungan dan “penghormatan tinggi” yang diberikan pegawai Depkeu untuk kredibilitas dirinya yang dipandang tinggi. Jurus politisasi berikutnya yang dilakukan Sri Mulyani adalah dengan memerintahkan pengusutan pajak anggota Pansus, dan juga lawan politiknya saat ini, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie. Namun perlu diketahui saat ini terdapat 2/3 anggota DPR, demikian juga sri mulyani belum melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Sepintas perintah ini terlihat positif. Tetapi belakangan berkembang kecurigaan bahwa perintah ini tidak didorong oleh keinginan untuk benar-benar membereskan carut marut dunia perpajakan kita. Kecurigaan ini berdasar, setidaknya bila kita merujuk pada dua kasus pajak besar yang terjadi dalam pemerintahan SBY periode sebelumnya yang melibatkan pengusaha yang memiliki hubungan dekat dengan SBY, Siti Hartati Murdaya, dan PT Asian Agri. Kontainer berisi puluhan ribu sepatu milik Central Cipta Murdaya (CCM) yang keluar tanpa izin ditangkap petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta pada akhir Maret 2007. Sang pengusaha, Hartati Murdaya, sempat mendatangi Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi. Menurut Hartati Murdaya, kontainer itu keluar karena ada permainan di tingkat bawah yang tidak diketahui pihak manajemen perusahaannya. Tetapi sang Dirjen Bea Cukai bersikukuh tetap memproses penyelundupan ini. Tak mau kalah, Hartati Murdaya melayangkan surat kepada atasan Anwar, Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sejak itu, kasus penyelundupan sepatu milik Hartati Murdaya ini tak jelas lagi juntrungannya. Sementara kasus pajak PT Asian Agri milik Sukanto Tanoto lain lagi. Kasus ini dibongkar oleh mantan group financial controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto, yang melaporkannya ke KPK akhir 2006. Awal 2007, Dirjen Pajak mengambil alih kasus ini dan memperkirakan kerugiaan negara sebesar Rp 1,4 triliun. Sampai sekarang, kasus pajak PT Asian Agri ini pun tidak jelas kabar berita dan nasibnya. Inilah, antara lain, hal-hal yang membuat kecurigaan begitu kuat, bahwa Sri Mulyani tidak sedang sungguh-sungguh membenahi persoalan pajak saat memerintahkan pemeriksaan pajak anggota Pansus Centurygate dan Ical, melainkan ingin sekadar menukar guling kasus yang menimpa dirinya. Sri Mulyani juga memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebuah lembaga di bawah Menkeu, untuk memeriksa Bank Century. Permintaan ini disampaikan Sri Mulyani tanggal 9 Desember lalu di depan rapat BPKP. Menurut Sri Mulyani, pemeriksaan oleh BPKP itu perlu untuk mengetahui apakah keputusan mem-bailout Bank Century melanggar atau tidak melanggar aturan hukum. Sebagai atasan BPKP, Sri Mulyani mengatakan dirinya memiliki kewenangan untuk memerintahkan BPKP karena kasus ini menyangkut fungsi bendahara negara yang adalah dirinya sendiri. Pertanyaannya adalah, bagaimana mungkin sebuah lembaga di bawah Menkeu diminta memeriksa skandal yang melibatkan sang Menkeu? Kira-kira akan seperti apa hasil pemeriksaan yang dilakukan bawahan atas kasus yang melilit sang atasan? Bukankah ini mengandung conflict of interest? Makanya benar imbauan pansus agar sri mulyani perlu nonaktif. Di sisi lain, perintah yang diberikan Sri Mulyani kepada BPKP ini juga dapat dikatakan melecehkan hasil audit BPK, sebuah lembaga negara yang secara konstitusional kedudukannya setara dengan Presiden, atasan Menteri Keuangan. Sri Mulyani juga mempolitisasi kasus ini dengan menyeret nama Presiden SBY ke pusat persoalan lewat Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) yang hadir di dalam Rapat KSSK dinihari 21 November 2008. Sementara pihak memiliki kecurigaan, dengan menyeret SBY ke tengah pusaran skandal Bank Century, Sri Mulyani sesungguhnya tengah menerapkan strategi tiji tibeh, mati siji mati kabeh, istilah lain kata orang bugis makassar kampung JK, toddopuli. wallahualam. SALAM DIALOG

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun