SBY telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum pada Rabu 30 Desember 2009. Keppres tersebut mengatur ruang lingkup tugas Satgas sekaligus menunjuk personil yang mengisi Satgas tersebut. Sebagai Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Hukum adalah Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, Sekretaris Satgas Denny Indrayana dan sebagai anggota adalah Wakil Jaksa Agung Darmono, Herman Effendi dari kepolisian. Kemudian, mantan Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mas Achmad Santosa mewakili kalangan profesional, serta Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Hussein. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang akan bekerja selama dua tahun dibentuk menyusul terungkapnya pembicaraan telepon oleh Anggodo Widjojo dengan beberapa oknum pejabat penegak hukum yang secara gamblang menunjukkan lembaga hukum telah terjadi praktik mafia. Sampai saat ini SBy sudah membentuk dua lembaga baru yang masing-masing diketuai oleh Kuntoro UKP4 dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Keberadaan ke dua lembaga ini dipertanyakan, dianggap pemborosan, dan terjadi duplikasi wewenang terkait dengan lembaga yang sudah ada, seharusnya lembaga yang sudah ada direformasi dan diperkuat peran dan fungsinya, sehingga ke dua satgas tersebut tidak diperlukan yang tentu memerlukan pembiayaan tersendiri dan membebani APBN setiap tahun. Lembaga UKP4 ini mirip Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) di masa pemerintahan sby yang pertama. Lembaga UKP3R yang di ketuai Marsilam Simanjuntak ini sampai sekarang juga tidak diketahui apa hasilnya, malahan santer dibicarakan Marsilam terlibat dalam skandal bank century. Keberadaan UKP4 memang patut dipertanyakan karena posisinya sama dengan staf ahli presiden, sementara itu staf ahli presiden juga cukup banyak, malah ada staf ahli penanggulangan bencana yang dijabat andi arif. Unit kerja ini dianggap pemborosan, pembiayaan anggaran pejabat di kabinet SBY ini semakin bertambah besar karena komposisi personil kabinet yang semakin banyak. Besok Rabu (6/1) sby akan melantik lagi 5 wakil kementrian; Wakil Menteri Pertahanan, Wakil Menteri Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan, Wakil Menteri Pendidikan Nasional dan Wakil Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Padahal sebagaimana diketahui setiap kementrian departemen selain memiliki fungsi pelaksana juga memiliki inspektorat yang berperan sebagai lembaga pengawas dan pengendali pembangunan di masing-masing departemen, malah di kabinet ada 3 menko yang fungsinya memang untuk itu, ditambah lagi BPK dan BPKP. Jadi keberadaan UKP4 untuk apa, karena wapres juga memerankan tugas itu yang juga dilengkapi beberapa staf ahli. Keputusan Presiden membentuk Satuan Tugas (Satgas) Mafia Hukum mendapat kritikan. Meski positif namun tim ini diprediksi tidak akan berjalan maksimal. Kekhawatiran itu muncul lantaran saat ini sudah banyak komisi pengawasan yang bermunculan. Dari Komisi Kejaksaan (KK), Komisi Yudisial (KY) hingga Komisi Kepolisian. Mengapa tidak lembaga itu saja yang dimanfaatkan. Belum lagi definisi untuk obyek Satgas ini yakni mafia hukum itu abstrak.Seharusnya SBY lebih bijak meningkatkan kapasitas lembaga pengawasan yang sudah ada karena semua aparat penegak hukum kita memiliki pengawasan sendiri. Jadi, untuk apa Satgas itu dibentuk yang pada akhirnya tidak memberikan hasil maksimal. Satgas ini bisa menyebabkan tumpang tindih lembaga pengawasan yang ada, hadirnya Satgas itu hanya keinginan dari lingkungan di sekitar Presiden saja, karena ambisi itu memberi kewenangan yang tidak jelas, sebab tidak ada jaminan pembentukan Satgas ini akan berjalan lebih baik dibanding komisi pengawasan yang sudah ada, lembaga yang sudah ada saja malah terseok-seok. Mafia hukum ini kan cuma ada beroperasi di lingkungan penyidik dan penuntut yaitu kejaksaan dan kepolisian, kalau kedua lembaga ini aja dibetulin, kan kagak bisa kena mafia. Mafia juga terkait dengan persoalan suap-menyuap alias korupsi, artinya sudah ada KPK yang bisa mengejar para mafia bersama jaksa dan polisi. Pembentukan Satuan Tugas (satgas) Pemberantasan Mafia Hukum, semakin memperjelas buruknya manajemen Presiden sby dalam melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga yang ada di bawah kewenangannya. Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, menyoroti lembaga tersebut dari tiga sisi. Pertama, soal status kembaga tersebut yang tidak jelas di dalam struktur kenegaraan. Kedua, mengenai wewenang lembaga tersebut, yang hanya sekedar koordinasi dan evaluasi. Karena, hasil lembaga tersebut tidak memiliki kekuatan hukum hanya sekedar rekomendasi. Ujung-ujungnya, terangnya, SBY juga yang memutuskan. Ketiga, anggota lembaga tersebut. Kata Ray, hampir semua anggotanya, saat ini memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan serius. Dicontohkannya, Ketua Satgas yang juga Ketua Unit Kerja Presiden untuk Percepatan Program Reformasi (UKP4R), Kuntoro Mangkusubroto, Sekretaris Satgas yang juga penasehat hukum presiden, Denny Indrayana, dan Anggota satgas yang juga Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein. Jadi, sukar kita membedakan, kapan Denny dan Yunus sebagai satgas dan sebagai staf presiden dan ketua PPATK. Padahal pekerjaan mereka itu harus ditangani secara serius. Kedua satgas tersebut memang berhasil membangun citra sby kalau serius membangun dan memberantas mafia hukum, tetapi tanpa mereformasi jajaran penyidik dan penuntut, apakah bisa seindah warna aslinya ? Sby serius untuk kedua hal itu, tetapi memberantas korupsi masih gamang, apa gunanya membangun dan mengejar para mafia kalau para koruptornya saja masih bebas dan KPK sudah diobok-obok. Wallahualam. SALAM DIALOG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H