Seperti dikemukakan oleh pengacara Anggodo bahwa sejak awal mensinyalir TPF akan melahirkan rekomendasi yang akan membebaskan Bibit dan Chandra, indikasinya gebrakan pertama TPF adalah penangguhan penahanan Bibit-Chandra dan indikasi kedua permintaan TPF untuk menonaktifkan Komjen Susno dari jabatannya sebagai Kabeskrim Polri, serta indikasinya berikutnya adalah pendapat Adnan Buyung Nasution sebagai ketua TPF bahwa tidak ada gunanya kasus Bibit-Chandra dilimpahkan ke pengadilan karena tidak cukup bukti untuk itu. TPF di dalam melakukan pemeriksaan terhadap Antasari ditemukan fakta bahwa latarbelakang testimoni Antasari adalah berdasarkan hasil rekaman penyadapan KPK yang ditemukan di laptop Antasari yaitu rekaman percakapan Anggodo dan Ary Muladi untuk melakukan rencana penyuapan KPK, dari hasil ini maka Pihak Polri dalam hal ini Kabeskrim Komjen Susno meminta Antasari mengeluarkan testimoni dan melakukan pengaduan ke mabes Polri. Hasil pengaduan Antasari ini, maka Polri segera melakukan pemeriksaan kepada Bibit-Chandra, anehnya kemudian tuduhan tersangka kepada Bibit-Chandra bukan terkait atas laporan pengaduan Antasari tentang suap, malah di kenai pasal penyalahgunaan wewenang. Pertanyaan besarnya kenapa bukan tuduhan menerima suap oleh Polri disangkakan kepada Bibit-Chandra pada awalnya karena jika hal ini dilakukan itu berarti Polri juga harus menahan Anggodo, dari scenario ini nampak bahwa Anggodo bermain dibalik rekayasa ini seperti hasil rekaman yang dipublish di lembaga MK. Ternyata tuduhan Kapolri kepada Bibit-chandra tentang tuduhan penyalahgunaan wewenang, kemudian berubah menjadi menerima suap, kedua berkas BAP ini setelah diajukan ke Kejaksaan semua dikembalikan lagi kepada Kapolri. Setelah tuduhan penyalahgunaan dan menerima suap gagal, maka Kapolri seperti tidak kehilangan akal untuk menjerat Bibit-Chandra, akhirnya pasal tuduhan pemerasan dipakai sebagai alternatif terakhir. Tuduhan ini seperti pendapat hasil temuan TPF juga tuduhan sumir karena tidak ditemukan bukti nyata aliran dana dari Anggodo ke pejabat KPK khususnya kepada Bibit-Chandra. Selain itu pula tidak ditemukan fakta kalau Bibit-Chandra pernah melakukan pertemuan baik dengan Anggodo maupun Ary Muladi termasuk dalam bentuk rekaman percakapan via telpon. Dengan demikian maka kewajaran jika kemudian TPF merekomendasikan untuk men-SP3-kan kasus Bibit-Chandra. Sementara di sisi lain berdasarkan hasil raker Komisi III DPR dengan Kapolri BHD yang juga dihadiri Kabeskrim Komjen Susno sangat yakin untuk menjerat Bibit-Chandra, malah mendapat dukungan moril dari DPR. TPF sudah menyerahkan hasil kerjanya kepada SBY, bola panas kasus ini sementara bersarang di istana, masih perlu kata lanjutkan.....ke mana SBY akan mengambil sikap dan kebijakan. Dari semua alur kisah sandiwara ini, saat ini peta kekuatan semakin jelas Kapolri yang didukung oleh parlemen, sementara lawannya juga sudah melembaga yaitu TPF, 8 orang pendekar hukum yang didukung oleh parlemen jalanan. Parlemen DPR terutama Komisi III boleh berbangga mempunyai kekuatan dana tunjangan komunikasi 12 juta perbulan untuk memobilisasi opini, namun tak kalah kekuatan yang dimiliki parlemen jalanan dukungan fesbuker yang sudah menembus members di atas 1 juta orang yang setiap saat siap memobilisasi massa. wallahualam. SALAM DIALOGNOL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H