Pada saat pengusutan skandal bank century oleh pansus DPR mungkin rakyat merasa bangga seolah-olah impian rakyat memiliki wakil di DPR mulai membanggakan karena bisa menjadi kontrol sosial bagi pemerintah. Namun alih-alih pengusutan ini yang nampaknya cenderung tak jelas juntrungannya, kini DPR malah mulai mencoreng dirinya kembali tak lebih sarang para penyamun menjadi makelar proyek, tidakkah mereka sadar betapa banyak sudah anggota DPR meringkuk di tahanan hotel prodeo.
Apa pasal, wong aturan dari mana atau berdasarkan logika apa panggar DPR yang dipelopori fraksi Golkar di dalam penyusunan APBN 2011 meminta anggaran Rp 15 milyar yang mereka sebut dana aspirasi dapil yang akan digunakan untuk pengembangan daerah pemilihan. Total dana yang dibutuhkan untuk itu sebesar 8, 4 trilliun, lebih besar dari dana skandal bailout century 6,7 trilliun, jika usulan ini lolos kemungkinan besar kasus pengusutan skandal bank century akan berakhir sama dengan kasus BLBI. Canggih banget transaksi politik ini, saat ini saja kasus century sudah megap-megap nyaris tak terdengar lagi.
Jika usulan ini lolos, lalu ke mana dana itu akan disalurkan, apakah langsung kepada masing-masing anggota DPR, lalu dana itu mau digunakan untuk program atau proyek apa, terus bagaimana posisi anggota DPR sebagai penyalur dana, apakah mereka menjadi pimpinan proyek. Taroh saja misalnya mereka akan membangun jembatan di salah satu dapil, terus siapa yang akan ditunjuk sebagai pelaksana proyek, proses penunjukannya bagaimana, apakah anggota DPR kemudian perlu membentuk panitia tender lalu mereka sebagai penentu pemenang tender. Kelanjutan pembangunan juga mengundang sejumlah pertanyaan karena posisi anggota DPR adalah sebagai legislative, bisa-bisa malah menyaingi proyek-proyek yang dilaksanakan oleh departemen atau dinas-dinas. Kalau sudah begini, lalu berapa komisi yang diterima anggota DPR saat menggunakan dana tersebut.
Saya teringat di jaman orba sebuah kampung kumuh seperti tidak pernah disentuh oleh perbaikan sarana infrastruktur, alasannya karena warga tersebut bukan pemilih Golkar. Satu dapil kan tidak semua memilih anggota DPR tersebut, jadi bisa dibayangkan yang dibangun dengan dana itu adalah wilayah-wlilayah yang merupakan basis pemilih. Artinya dana ini malah semakin memicu peta konflik di tengah masyarakat di mana saat kampanye pemilu mereka sudah terkotak-kotakkan karena pilihan parpol yang berbeda-beda.
Usulan dana aspirasi dapil ini dianggap tidak logis dan menyesatkan karena anggota DPR setelah terpilih dan dilantik mereka bukanlah wakil parpol tetapi wakil rakyat baik yang memilihnya maupun yang tidak. Jadi seharusnya yang mereka pikirkan bagaimana mensejahterakan semua rakyat bangsa ini tanpa perlu mengambil peran-peran eksekutif karena memang itu bukan tugasnya. Dana ini malah terkesan sebagai money politik yang dilegalkan, padahal terlalu banyak proyek-proyek dan program pemerintah yang perlu mendapat perhatian serius dari para anggota DPR karena kebocoran dan pemborosan anggaran APBN cukup besar setiap tahunnya dijarah oleh para koruptor makelar-makelar proyek.
Salah satu contoh program pemerintah di dalam penanggulangan kemiskinan yang disebut PNPM dimana tahun ini telah dianggarkan sebesar 28 trilliun yang bersumber dari APBN dan umumnya berasal dari utang luar negeri. Proyek ini tersebar di seluruh kecamatan, desa dan kelurahan di 33 propinsi, sudahkah para wakil rakyat mencermati dan mengawasi proyek ini karena sejak tahun 1999 diluncurkan sampai sekarang belum secara signifikan menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
Sebagai anggota DPR masih terlalu banyak yang perlu dipikirkan, diawasi, dicermati di dalam penyusunan APBN setiap tahun. Misalnya untuk tahun 2011 berapa besar lowongan kerja baru yang bisa dilakukan pemerintah dengan penetapan besaran APBN itu, berapa besar target jumlah penduduk miskin mendapat jaminan kesehatan dan jaminan social yang bisa diakses masyarakat miskin secara gratis, termasuk berapa target jumlah penduduk yang mendapat kelanjutan menempuh pendidikan formal dan non formal.
Terlalu banyak program-program pemerintah yang butuh perhatian serious para wakil rakyat agar anggaran APBN bisa lebih berdaya guna dan persoalan-persoalan pembangunan sangat kasat mata di depan mereka. Kita ambil contoh lain, jika APBN ditetapkan sebesar 1000 trilliun, berapa besar target pemerintah di dalam penyediaan sarana listrik, air, perbaikan sanitasi lingkungan, dan pembangunan sarana prasarana infrastruktur di dalam menjangkau wilayah-wilayah tertinggal serta sebera besar pembangunan rehabilitasi yang akan dilakukan, setelah itu seberapa besar dampak output dan outcome yang dapat dicapai untuk memacu roda perekonomian dan kesejahtraan rakyat setelah satu tahun berikutnya. DPR lebih mendesak untuk menyusun indicator-indikator yang signifikan sebagai pedoman untuk mengawasi dan memastikan pelaksanaan APBN sesuai target bisa terpenuhi. Jangan malah sibuk mulu berpolitik melakukan manuver menuju pemilu lima tahun berikutnya.
Usulan anggaran aspirasi dapil ini juga ditengarai sebagai manuver politik dengan adanya rencana perubahan UU pemilu dan parpol dengan menaikkan parliamentary threshold (PT) dari 2,5% menjadi 5%, untuk dapat lolos dari PT 5% tentu memerlukan biaya poltik yang lebih besar.
Dengan adanya usulan dana aspirasi dapil ini semakin menguatkan bahwa di dalam setiap pesta demokrasi dalam pemilu sangat sarat dengan aksi money politik, namun sayang secara diam-diam semua parpol mengamininya, istilahnya bukan lagi money politik tetapi biaya politik, karena kemungkinan semua parpol melakukannya secara berjamaah, jadi jangan heran anggota DPR selalu tergoda menjadi sarang penyamun. Wallahualam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H