Mohon tunggu...
Dialognol Ichwan Kalimasada
Dialognol Ichwan Kalimasada Mohon Tunggu... -

Ichwan Kalimasada. Semua yg nampak itu cermin & pertanda berulang-ulang dlm perubahan tp abadi karena realitas sejati hanya SATU. The One only love, the love only one. Salam Dialognol http://ichwankalimasada.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Selamat Jalan Adinda Puri yang Kedua Kalinya

10 November 2009   09:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

http://sosbud.kompasiana.com/2009/10/31/selamat-jalan-adinda-puri/ inilah judul tulisan saya untuk menyambut himbauan kang Pepih, mari menulis untuk Puri, sekaligus ungkapan empaty sesama kompasianer khususnya dan sesama manusia umumnya sebagai apresiasi rasa duka cita. Ternyata Puri adalah pura-pura alias fiktif, saya hanya berujar sungguh beruntung jika muncul semacam Mas Budiman Hakim lain untuk membongkar kebenaran atau kepalsuan kasus perseteruan buaya vs cicak dan bank century. Memang benar cerita Puri boleh fiktif tapi substansinya bisa diambil sebagai hal yang positif untuk menyemangati saudara-saudara kita yang lain yang sementara ini bergelut dengan derita. Namun rasanya ada sesuatu yang tidak memuaskan jika tujuan baik malah dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik, apa pun alasannya. Seperti judul tulisan saya tentang Puri, kali ini saya mengucapkan judul yang sama, selamat jalan adinda puri yang ke dua kalinya karena akun anda sudah ditutup di kompasiana, tapi mungkin saja anda sebelumnya sudah punya akun di kompasiana, jika belum mungkin pula anda akan muncul dalam akun yang baru. Terlepas ada rasa kecewa, geram, gusar, marah dan sejenisnya terhadap pelaku puri fiktif ini, jawabnya seperti pesan bijak "balaslah keburukan dengan kebaikan", namun jika menemukan pelakunya, dengan memberinya sanksi sepadan sebagai pelajaran juga merupakan sejenis pembalasan dengan kebaikan. Sungguh penipu adalah menipu dirinya sendiri. Sungguh pembohong adalah membohongi dirinya sendiri. Sungguh dan sungguh dan seterusnya....... Hidup ini seperti kita berada di dalam gua, apa pun yang kita teriakkan, begitu pula gauman gua bagaimana rupa kita. Anda menanam jagung panennya pasti jagung. begitulah alam ini bekerja pada sunnatullah yang telah ditetapkan sebelum kita lahir. Jika sesama manusia karena faktor tertentu tidak bisa memberimu sanksi, maka tunggulah hukum alam akan memprosesnya sampai tiba masa panennya sehingga muncullah pembalasan itu, semoga itu di dapatkan di dunia jadi masih ada kesempatan bertobat, jika di akhirat maka nikmatilah balasan itu kekal selamanya. Bagi yang tulus selalu berbuat kebajikan, jangan pernah mundur dan patah semangat, lanjutkan....karena kebajikan akan dilihat dari niat dan kualitas caranya, walaupun pada akhirnya kita sebenanrnya tertipu, tetapi pada hakikatnya penipu itu telah menipu dirinya sendiri. Dunia memang panggung sandiwara, apatah lagi di dunia maya , tapi yakin saja tidak ada upaya kebajikan yang sia-sia, seperti kita tulus memberi sedekah kepada seorang pengemis di jalan, mungkin karena kasihan, sungguh niat itu telah sampai berikut balasannya, walaupun ternyata pengemis itu hanya profesi untuk cari duit, tidak miskin, dan jadi pengemis hanya sandiwara. Dia telah menipu kita, tapi kita membalas dengan kebaikan, bukankah begitu semua ajaran agama dan pesan leluhur kita. Walaupun dunia panggung sandiwara, ingat pesan Tuhan selanjutnya, jadilah pemain-pemain lakon yang baik, memuaskan dan memberi manfaat bagi banyak orang sesuai peran yang engkau mainkan. Lalu bagaimana sikap kita menghadapi si pelaku Puri fiktif, saya kira penipu dan pembohong sudah bukan barang baru bagi kita, apatah lagi yang namanya rekayasa, tinggal pilih kita kah yang akan menghukumnya, atau dengan kerendahan hati kita lupakan saja, toh ada sunnatullah alam yang akan menghukumnya. Ada hikmah di balik yang nyata, ada hikmah dibalik hikmah, di atas langit masih ada langit seperti kerak bumi yang berlapis-lapis. Seperti kita pada awalnya terlahir sendiri-sendiri dan akhirnya akan mati sendiri-sendiri, demikian pula setiap perbuatan akan kita tanggung sendiri-sendiri. Merdeka...!!! wallahulam. SALAM DIALOGNOL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun