"Pendusta agama" dijelaskan oleh Al Qur'an pada surat yang ke-107, yaitu surah Al-Ma'un. Banyak orang yang hafal surat ini karena suratnya pendek, hanya 7 ayat. Â Tetapi berdasarkan penelitian (survei terhadap sejumlah orang), ternyata hanya sedikit orang (termasuk barangkali adalah kita) yang benar-benar memahami surat itu, terutama tiga ayat pertama yang bicara tentang Pendusta Agama. Â Artinya banyak orang yang tahu, tetapi tidak paham sehingga tidak mengamalkannya. Padahal konsekuensinya sangat besar.
Tiga ayat pertama surah Al-Ma'un yang menyinggung secara langsung masalah pendusta agama adalah (1) Araitalladzi yukaddzibu biddiin, (2) Fa'dzaalikal ladzii yadu'ul yatiim, (3) Wa laa yahudhdhu alaa tho'amil miskin. Â Artinya: (1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, (2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (3) Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Kebanyakan orang hanya berhenti pada pemahaman "Siapa pelaku pendusta agama". Sesuai pertanyaan pada ayat (1) "Tahukah kamu, siapakah orang yang mendustakan agama ?"  Itu adalah kalimat pertanyaan yang tidak harus dijawab.  Karena Allah langsung memberikan informasi sebagai jawabannya pada 2 ayat berikutnya. Bahwa pendusta agama adalah mereka yang tidak peduli terhadap nasib  anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Banyak yang paham dengan pelaku pendusta agama, tetapi tidak banyak orang yang memahami "Bagaimana pendusta agama" itu. Â Apalagi introspeksi dengan pertanyaan, "Apakah saya termasuk pendusta agama?"
Bisa jadi kebanyakan orang mengira bahwa orang yang tidak peduli terhadap anak yatim dan fakir miskin berarti ia tidak melakukan "amal kebajikan", sehingga disebut sebagai pendusta agama. Â Dan hukumnya adalah sunah. Padahal sesungguhnya pendusta agama mempunyai konsekuensi yang sangat besar terhadap amalan ibadah mahdhah yang telah kita lakukan.
Apakah "Pendusta Agama" Itu?. Menurut Prof. Dr. Hamka, hakekat "pendusta agama" adalah orang-orang yang "mendustai pilar-pilar agama". Pilar agama Islam itu ada 5, yakni : Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji. Rasulullah Saw dalam hadis riwayat Imam Bukhari, menyebutkan "buniyal Islamu 'ala khomsin," bahwa Islam dibangun di atas lima pilar utama, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.
Jadi bagi orang-orang yang tidak peduli (apatis) terhadap nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka mereka adalah pendusta agama, berarti mereka telah "mendustai" syahadatnya, "mendustai" shalatnya, "mendustai" puasanya, "mendustai" zakatnya, dan "mendustai" hajinya.
Maka meskipun seseorang rajin shalat, rajin puasa dan rajin melaksanakan ibadah lainnya, namun apabila ia tidak peduli terhadap nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin maka amal ibadah shalatnya, zakatnya, puasanya, dan hajinya menjadi sia-sia. Â Amal ibadah mahdhahnya tidak berdampak pada akhlaknya, yaitu prilaku sosial.
Ironis. Kebanyakan orang Islam tahuisi surat Al-Maun (karena merupakan surat pendek dan kalimatnya cukup sederhana dan jelas). Â Tetapi hanya sedikit orang yang memahami dan mengamalkannya. Â Indikator kepedulian terhadap nasib anak-2 yatim dan orang-orang miskin adalah dari pengeluaran ZAKAT MAL (harta) bukan zakat fitrah.
Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa  mahasiswa di kota Medan, menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat menunaikan zakat (mal) hanya sebesar 3,21%.  Berarti orang yang tidak mengeluarkan zakat mal adalah 96, 79%. Dengan kata lain, diantara 100 orang tidak lebih dari 4 orang  yang menunaikan zakat (mal).  Tentu kota-kota lain tidak jauh berbeda dengan masyarakat kota Medan Sumatra Utara.  Ternyata "Kebanyakan dari kita adalah Pendusta Agama". Astaghfirullah hal adzim.
Prof. Dr. H. Quraish Shihab menjelaskan asbabun nuzul surat al-Maun ini adalah sehubungan dengan kebiasaan Abu Sofyan dan Abu Jahal yang konon tiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika seorang anak yatim datang meminta sedikit daging yang telah disembelih itu, namun bukannya diberi daging oleh Abu Jahal dan Abu Sofyan, tetapi anak yatim itu malah dihardik dan diusir. Inilah peristiwa yang melatar belakangi turunnya surat al-Ma`un.
Surat Al-Ma'un menjadi pelengkap bagi ayat-ayat dari surat yang lain berkaitan dengan kewajiban manusia untuk melakukan kebajikan secara sosial. Islam menekankan bahwa manusia harus baik pada dua aspek sekaligus, yaitu aspek spiritual (ibadah mahdhah) dan aspek sosial (ibadah ghair mahdhah). Dalam Al Qur'an dijelaskan kewajiban untuk "hablum minallah", yaitu bersikap dan berprilaku baik terhadap Allah dan "hablum minan naas" yaitu bersikap dan berprilaku baik terhadap sesama manusia.
Allah ta'ala menegaskan lewat surah Ali Imran ayat 112, "Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan."(QS. Ali Imran 112).
Seandainya kebanyakan dari kita umat nabi Muhammad mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap nasib anak-anak yatim dan kaum dhuafa, dengan mengeluarkan zakat minimal sebesar 2,5 persen dari rizki yang kita terima untuk mereka, niscaya kesenjangan sosial akan teratasi.
Wallahu A'lam Bishawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H