Silaturahmi Sarat Hikmah Bernilai Sunah
Dalam khasanah hukum Islam (fiqih), hukum asal dalam masalah ibadah ritual (mahdhah) adalah bahwa semua ibadah haram (dilakukan) sampai ada dalil yang menghalalkannya. Sedangkan dalam masalah ibadah muamalah (ghair-mahdhah) bahwa segala ibadah yang berdimensi sosial adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Nabi SAW telah melakukan klasifikasi terhadap segala perbuatan manusia menjadi dua bentuk, yaitu perkara agama dan perkara dunia. Maka semua yang berkaitan dengan perkara dunia (muamalah) nabi memberi kebebasan dalam mengekspresikannya sebagaimana haditsnya: “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian” (HR.Muslim).
Tapi kalau dalam urusan agama nabi sangat membatasi bahkan tidak memberi ruang kepada manusia untuk bebas berekspresi sebagaimana sabdanya: “Dan jika yang berkaitan dengan agama kalian,maka kembalikanlah kepadaku” (HR.Muslim). Dalam hadits lain nabi mengatakan: “Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada padanya perintah dari kami, maka perbuatan itu tertolak”. (Mutaffaq’Alaih)
Acara halal bihalal sesungguhnya adalah kegiatan silaturahmi yang merupakan perkara muamalah (sosial) yang mengatur hubungan antar pribadi manusia, meskipun pelaksanaannya dikaitkan dengan hari raya idul fitri. Jadi secara hukum Islam halal bihalal dihalalkan karena tidak ada satu dalilpun yang melarangnya. Bahkan halal bihalal mengandung banyak hikmah didalamnya sehingga mempunyai nilai kebaikan (berpahala) bila dilaksanakannya.
Dalam acara halal bihalal itu dilaksanakan beberapa kegiatan yang mempunyai nilai hikmah antara lain saling berjabat tangan, bermaaf-maafan, bersilaturahmi dan ceramah agama.
Pertama, berjabat tangan adalah ibadah bahkan sunnah nabi. Berjabat tangan pernah dikategorikan sebagai bid’ah, sehingga dipertanyakan oleh ulama. “Dari Qatadah dia berkata, aku bertanya kepada Anas : Apakah berjabat tangan pernah terjadi pada masa para sahabat Nabi SAW? Anas menjawab iya” (HR.Bukhari).
Imam Abu Muhammad bin ‘Abdus Salam menyebutkan bid’ah itu ada lima, yaitu wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah. Ibnu Bathal mengatakan: “Bersalaman itu baik menurut keumuman para ulama dan sungguh Malik telah menyunnahkan bersalaman itu setelah dia memakruhkannya. Berkata Imam An-Nawawi: Bersalaman itu sunnah yang disepakati atasnya ketika bertemu.
Berjabat tangan juga dapat menghapuskan dosa dan kesalahan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, melainkan keduanya sudah diampuni sebelum berpisah.” (HR. Abu Dawud)
Dengan demikian jelaslah bahwa berjabat tangan merupakan amalan sahabat, juga sunnah yang dilakukan nabi ketika bertemu dengan sahabat-sahabatnya.
Kedua,bermaaf-mafan merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Manusia adalah makhluq yang memiliki potensi untuk berbuat salah sebagaimana sabda Nabi SAW: “Allah telah meletakkan dari umat ini tiga hal, yaitu kesalahan, lupa, dan perkara yang mereka tidak suka” (HR.Ibnu Majah). Dan jika kesalahan itu dilakukan sesama manusia, maka seorang mu’min tidak cukup meminta ampun kepada Allah saja, melainkan dia harus meminta maaf terlebih dahulu kepada orang yang terdzhalimi oleh perbuatannya.