Mohon tunggu...
De Kalimana
De Kalimana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyoal Keshahihan Hadis Laki-laki Wajib Shalat di Masjid

8 Juni 2017   09:50 Diperbarui: 2 Oktober 2018   13:28 21335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karenanya maka diperlukan kehati-hatian dalam menggunakan hadis.  Karena kebenaran hadis tidaklah mutlak seperti Alquran. Alquran adalah firman Allah SWT melalui Nabi Muhammad Saw yang dijamin kebenarannya.  Sedangkan hadis adalah "karya tulis manusia" berisi persepsi seseorang tentang perkataan, prilaku dan sikap Rasulullah Saw yang ia lihat atau dengar.  Oleh karenanya hadis sebagai karya tulis manusia tidak luput dari kesalahan.

Dalam menilai valid tidaknya sebuah hadis dalam rangka untuk diamalkan adalah dengan 3 parameter, yaitu: (1) Tidak bertentangan dengan Alqur'an; (2) Logis dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, yaitu nilai kasih sayang, adil, bijaksana, empati, peduli, toleran, ramah, tanggung jawab, persatuan, dsb; dan (3) Bisa meningkatkan ketaqwaan.

Memahami Alqur'an maupun hadis tidak bisa hanya secara tekstual (harfiah), tetapi harus pula secara kontekstual (maknawiah).  Dan syarat untuk untuk memaknai sebuah nash dalam Alqu'an maupun hadis antara lain harus memahami ilmu tata bhs arab (Nahwu, Shorof, Balaghoh), serta Asbabul Nuzul atau Asbabul Wurud, dsb.

Tetapi kiranya  hingga kini masih ada kalangan yang memahami hadis secara tekstual, yaitu pemahaman berdasarkan teks-teks sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks narasi (pemahaman apa yang tersurat).  Sementara kalangan yang lain memahami secara maknawiah atau kontekstual yaitu memahami agama dengan melihat kepada makna dan tujuan daripada teks-teks tersebut (pemahaman apa yang tersirat).

Berkenaan dengan memaknai kata perintah (al-amr) maupun kata larangan (al-nahyu) dalam teks-teks Alqur'an maupun hadis (terutama ketiga hadis diatas) , penting untuk mengetahui hakekatnya.  Karena banyak lafal-lafal yang Mujmal (pengertian blm tegas) atau bersifat Musytafak (pengertian secara global).

Dalam ilmu bahasa Arab, tidak semua kata perintah (fiil amr) itu mutlak wajib hukumnya.  Ada banyak kata kerja perintah (fiil amr) di dalam Alqur'an dan hadis yang mempunyai tingkatan keharusannya berbeda.  Macam2 makna kalimat perintah (al-Amr )sebagai berikut :

a. Bersifat ancaman (tahdid).Contoh: Diwajibkan atas kamu berpuasa ..., Dirikanlah shalat... dsb.

b. Bersifat menganjurkan (nadb). Contoh:  Hendaklah kamu ...

c. Bersifat petunjuk (irsyad). Contoh:   Apabila kamu ... maka hendaklah ...

d. Bersifat kebolehan (ibahah).Contoh: Makanlah dan minumlah kamu...

e. Mempersilahkan (takrim).Contoh: Masuklah ke dalam surga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun