Secara default, teh di Banyumas adalah tawar. Bukan teh manis. Kalau Anda bersantap di warung di Banyumas, jika memesan "teh panas" berarti teh tawar.
Kalau ingin manis, maka sebut "teh manis". Tapi itu dulu, sekarang mungkin sudah berbeda.
Saat kami menikah dahulu, keluarga besanku dari Lasem sempat kaget. Lho kok suguhannya teh tawar? Tentu itu kesalahan saya, tidak menjelaskan tradisi minum teh dari daerah yang berbeda.
Mengapa orang Banyumas gemar menyeduh teh tawar? Mungkin karena pengaruh hawa dingin pegunungan (gunung Slamet). Sehingga warga butuh air minum yang menghangatkan. Di sisi lain, mengasup gula berlebihan tentu kurang sehat.
Di Semarang (dan banyak daerah lain), defaultnya adalah teh manis. Jadi kalau Anda menghindari gula, sebutlah teh tawar.
Teh Asin
Di Kalimantan, default teh adalah asin. Itu kata tetanggaku, yang berasal dari Pontianak.
Konon, air sukar didapat di Borneo. Kadang hujan pun ditampung untuk dijadikan air minum. "Makanya ditambah garam, agar rasanya tak terlampau tawar," cerita tetangga yang orang Dayak itu. Tapi mungkin cuma "berlaku" di sebagian Kalimantan, ya?
Air Putih Dingin
Sekarang, kegemaranku minum teh terancam. Itu sejak hasil laborat di sebuah rumah sakit swasta mengatakan ada batu di ginjalku. Untungnya, saat dironsen tidak ketemu. Jadi aman... Tapi saya tetap ingin mengurangi teh.
Berkaitan dengan upaya "diet" air teh, anakku perempuan rajin menaruh air putih dalam lemari pendingin. Kemudian menyodorkannya padaku pada siang hari.
"Minumlah air putih dingin, ayah. Segar lho," katanya.
Ah benar juga, air putih ternyata enak, segar, sekaligus menyehatkan. Setidaknya, tak lagi was-was dengan ginjal.